Penyalahgunaan data pribadi di internet, menjadi isu yang terus dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Praktek penyalahgunaan data pribadi ini melonjak dratis ketika kemunculan Pandemi Covid-19 di tahun 2020, di mana peralihan masyarakat menuju era digital secara besar-besaran dialami di tahun tersebut.
Dua tahun kemudian, disaat kondisi Pandemi Covid-19 berangsur menurun, penyalahgunaan data pribadi masih terus menyumbangkan angka untuk jumlah kasusnya. Dilansir dari Katadata.co.id, ada 1,04 juta akun yang mengalami kebocoran data pengguna di Indonesia selama kuartal II 2022. Menurut data perusahaan keamanan siber Surfshark, jumlah itu melonjak 143% dari kuartal I 2022 yang sebanyak 430,1 ribu akun. Sampai saat ini di tahun 2024, kondisi inipun belum banyak berubah. Hal ini disebabkan oleh pola hidup masyarakat yang semakin bergantung dengan keberadaan internet. Kehadiran media sosial pun menjadi salah satu penyumbang angka kasus penyalahgunaan data pribadi di internet.
Media sosial telah mengubah pola perilaku manusia secara global. Perkembangan yang dialami oleh media sosial inipun terus diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia. Setidaknya, dengan pola media sosial yang tidak lagi bersifat personal, lalu lalang informasi pun tidak terelakkan dan siapa saja dapat menemukan informasi yang mereka inginkan. Bahkan, manusia sebagai individu tidak hanya dibuat mampu untuk menemukan informasi yang mereka inginkan, mereka juga dibuat mampu untuk menciptakan informasi itu sendiri dan disebarkan untuk dikonsumsi oleh individu lainnya.
Dengan demikian, individu dapat berkreasi sebebas mungkin dalam mengemas informasi yang akan disebarluaskan dan individu lain dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut, termasuk informasi data pribadi yang bersifat privasi. Hal ini tentu dapat memicu terjadinya penyalahgunaan data pribadi yang bahkan tidak disadari oleh individu itu sendiri. Salah satu berita yang beredar mengenai penyalahgunaan data pribadi di media sosial adalah kasus kebocoran data yang diungkap oleh Safety Detectives, di mana sebanyak 214 juta data pribadi dari akun Facebook, Instagram, dan Linkedin dikabarkan bocor di internet. Tentunya hal ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat hingga sampai paga level global.
Sejauh ini, memang pihak Pemerintah Indonesia sudah bereaksi terhadap fenomena penyalahgunaan data pribadi ini sejak beberapa tahun terakhir dengan menerbitkan beberapa peraturan mengenai perlindungan data pribadi. Peraturan terbaru yang diterbitkan yakni Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, di mana dalam undang-undang tersebut yang disebut sebagai data pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik. Sementara itu, yang dimaksud dengan Pelindungan Data Pribadi dalam undang-undang tersebut adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data Pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek Data Pribadi. Dalam hal ini, maka upaya untuk melindungi data pribadi tidak saja dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, namun juga setiap individu yang bertanggungjawab atas akun-akun yang mereka miliki di internet dan khususnya media sosial. Kesadaran untuk mengelola privasi pada setiap konten media sosial sangat diperlukan demi menjaga kepemilikan data pribadi setiap individu.
Memahami Privasi dan Pengelolaan Privasi oleh Individu
Dengan melihat pola media sosial yang semakin membebaskan individu untuk berekspresi dan hal ini sejalan dengan semakin banyaknya kasus penyalahgunaan data pribadi yang dilaporkan, maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya bias pada batas privasi yang seharunya diterapkan oleh individu. Pemahaman mengenai batas privasi sangat diperlukan untuk melakukan praktik pengelolaan privasi oleh setiap individu.
Pembicaraan mengenai privasi sebenarnya sudah jauh dibicarakan sebelum lahirnya era digital. William L. Prosser pada tahun 1960 mendetailkan cakupan ruang lingkup dari hak privasi seseorang dengan merujuk pada empat bentuk gangguan terhadap diri pribadi seseorang, yakni: (1) gangguan terhadap relasi pribadinya, (2) pengungkapan fakta pribadi yang memalukan secara public, (3) publisitas yang menempatkan seseorang secara keliru di hadapan publik, dan (4) penguasaan tanpa ijin atas kemiripan seseorang untuk kepentingan orang lain.
Dalam konteks privasi di media sosial, beberapa penelitian menemukan adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam mengelola privasi di media sosial. Sebuah penelitian menemukan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki kebiasaan yang berbeda dalam hal penggunaan media sosial, di mana perempuan lebih sering mengunggah foto selfie secara online dari pada laki-laki. Penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan cenderung melakukan strategi pengelolaan privasi secara individu, sedangkan laki-laki cenderung menggunakan strategi privasi berkelompok. Hasil dari dua penelitian ini adalah contoh bagaimana kebiasaan individu dalam bermedia sosial dan bagaimana bentuk pengelolaan privasi yang dilakukan.
Bagaimana mengelola privasi di media sosial saat ini?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, setiap individu memiliki kontrol atas privasinya sendiri dan mereka harus menyadari akan kemampuan untuk melakukan kontrol dan mengelola privasi yang mereka miliki. Kesadaran berikutnya adalah tentang pola kebebasan yang dihadirkan oleh media sosial, bahwa individu tidak boleh terlena akan hal ini.
Individu harus menyadari betul informasi apa saja yang bersifat pribadi dan dapat memicu penyalahgunaan data pribadi. Dimulai dari data yang sudah pasti bersifat personal seperti alamat rumah, nomor telepon, nama anggota keluarga, nomor ID pribadi (seperti KTP, NPWP, kartu keluarga, no. rekening, dan lain sebagainya). Pertimbangkanlah urgensi dalam mengunggah data pribadi yang kita miliki tersebut. Selain itu, dalam keseharian menggunakan media sosial, kita juga patut berhati-hati dalam melakukan check in di sebuah lokasi, mengambil foto di tempat-tempat umum yang mudah diketahui oleh orang lain, dan pertimbangkan kapan konten tersebut akan diunggah.
Tulisan ini merupakan catatan untuk mengembalikan kesadaran kita tentang masih maraknya kasus penyalahgunaan data pribadi terjadi setelah angka tertingginya pada saat masa Pandemi Covid-19 tengah mewabah. Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali tentang pengelolaan privasi yang setiap saat harus dilakukan oleh setiap individu ketika menghadapi dunia digital dalam kehidupan sehari-hari.