Harga Bitcoin anjlok lebih dari 20% pada 3 Desember 2024 setelah Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, mengumumkan darurat militer. Penurunan ini sangat terasa pada pasangan perdagangan Bitcoin dengan won Korea Selatan (KRW).
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Presiden Yoon menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil untuk melindungi kebebasan dan keamanan warga dari ancaman Korea Utara. Ia juga menyebut darurat militer diperlukan untuk memulihkan ketertiban setelah kekacauan yang, menurutnya, disebabkan oleh parlemen yang dikuasai oposisi.
Akibat pengumuman itu, harga Bitcoin turun sekitar 30%, menyentuh level US$62.537. Di bursa Upbit Indonesia, harga terendah Bitcoin tercatat sebesar US$71.814. Kondisi ini memicu keresahan di kalangan investor kripto di seluruh dunia.
Darurat militer adalah kebijakan yang memungkinkan otoritas militer mengambil alih kendali pemerintahan dalam situasi darurat. Biasanya, kebijakan ini melibatkan pembatasan hak-hak sipil, seperti larangan protes publik, pemogokan, dan bentuk pertemuan lainnya.
Tidak lama setelah deklarasi darurat militer, 190 anggota legislatif Korea Selatan meminta Presiden Yoon mencabut keputusan tersebut. Pemungutan suara dilakukan dalam sesi darurat Majelis Nasional. Bahkan, beberapa anggota partai Presiden Yoon sendiri menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan ini.
Korea Selatan, sebagai salah satu pasar kripto terbesar di dunia, juga mengalami gangguan besar di bursa kripto. Lonjakan trafik setelah pengumuman tersebut menyebabkan downtime pada platform perdagangan seperti Upbit dan Bithumb.
Meski sempat terpuruk, harga Bitcoin perlahan pulih. Saat ini, harga Bitcoin di Upbit telah kembali ke level sekitar US$95.000. Investor berharap stabilitas pasar dapat segera tercapai meskipun ketegangan politik masih berlangsung. Keadaan ini menunjukkan bagaimana isu geopolitik dapat memengaruhi pasar kripto secara signifikan, terutama di negara dengan volume perdagangan kripto yang besar seperti Korea Selatan.