Ini Fakta Menarik tentang Stockholm Syndrome

Stockholm Syndrome
Foto: Istimewa

Celebrithink.com – Stockholm syndrome adalah kondisi ketika korban sandera mengembangkan aliansi psikologis dengan penculiknya. Secara tak sadar, korban membentuk ikatan emosional dengan penculiknya dan menjadi simpati terhadap mereka.

Kondisi ini membuat korban jadi mendukung penculiknya. Bahkan korban tidak akan melarikan diri ketika ada kesempatan. Melansir laman halodoc, ada beberapa fakta menarik seputar Stockholm syndrome yang perlu Anda tahu.

Pertama Kali Terjadi di Stockholm, Swedia

Istilah Stockholm syndrome muncul untuk menggambarkan apa yang terjadi pada korban perampokan bank pada 1973 di Stockholm, Swedia. Kala itu, selama enam hari, para perampok bank mencoba menegosiasikan rencana dengan polisi, agar mereka bisa meninggalkan bank dengan aman.

Selama enam hari ini, sebagian besar karyawan bank yang menjadi sandera justru berubah simpatik terhadap para perampok. Bahkan setelah berhasil bebas, mereka menolak untuk meninggalkan penculiknya dan kemudian membela mereka.

Strategi Bertahan Hidup yang Delusif

Penyebab dari Stockholm syndrome tidak jelas. Namun, menurut studi pada 2015 di International Journal of Advanced Research, sindrom ini diduga merupakan strategi bertahan hidup yang delusif.

Ketika penyelidik FBI mewawancarai pramugari yang jadi korban sandera selama pembajakan pesawat, mereka menyimpulkan bahwa ada tiga faktor yang membuat sindrom ini berkembang, yaitu:

  • Situasi krisis harus berlangsung selama beberapa hari atau lebih lama.
  • Penyandera harus tetap berhubungan dekat dengan para korban, alias korban dan penyandera selalu ada di ruangan yang sama.
  • Para penyandera harus menunjukkan kebaikan kepada korban atau setidaknya menahan diri untuk tidak menyakiti mereka.

Gejalanya Mirip PTSD

Orang dengan Stockholm syndrome sering melaporkan gejala yang mirip dengan gangguan stres pasca trauma (PTSD), seperti:

  • Mudah terkejut.
  • Ketidakpercayaan.
  • Perasaan tidak nyata.
  • Kilas balik.
  • Ketidakmampuan untuk menikmati pengalaman yang sebelumnya menyenangkan.
  • Mudah marah.
  • Sering mimpi buruk.
  • Sulit berkonsentrasi.

Bisa Terjadi antara Atlet dan Pelatih

Stockholm syndrome seringkali menggambarkan situasi penyanderaan atau penculikan. Namun, studi pada 2018 di jurnal Children Australia menunjukkan sindrom ini juga dapat terjadi dalam dunia olahraga.

Para peneliti menemukan pelatih atletik yang kasar dapat membuat atlet muda mengembangkan sindrom ini. Atlet mungkin tahan dengan pelecehan emosional dan tunduk pada latihan yang menyiksa, karena keyakinan bahwa pelatih mereka menginginkan yang terbaik untuk mereka.

Penanganannya Mirip Terapi untuk PTSD

Penanganan untuk Stockholm syndrome seringkali berupa konseling atau perawatan psikologis untuk PTSD. Terutama untuk pengobatan jangka pendek. Ini dapat membantu meringankan masalah terkait kecemasan dan depresi. Untuk jangka panjang, psikoterapi dapat membantu pemulihan.

Populer video

Berita lainnya