Celebrithink.com – Nama kampung di sekitar Keraton Yogyakarta ternyata bukan sekadar penanda wilayah. Di baliknya tersimpan jejak sejarah Abdi Dalem, orang-orang yang dulu menjadi tulang punggung berjalannya kerajaan. Dari pengurus dapur hingga penata rambut bangsawan, setiap kelompok Abdi Dalem memiliki pemukiman khusus yang kini abadi lewat nama kampung.Meski pemukiman itu sudah berubah dan kini dihuni warga biasa, toponimnya tetap menjadi “arsip hidup” kota. Misalnya, Kampung Musikanan dulu ditempati Abdi Dalem musikan yang memainkan musik Eropa di jamuan resmi. Ada pula Ngrambutan, tempat penata rambut bangsawan, dan Kenekan, markas para kenek kereta kerajaan.
Kampung lain yang tak kalah ikonik adalah Pandean, pusat pandai besi, serta Bludiran, yang namanya berasal dari kata Belanda borduuren karena dihuni penjahit dan tukang bordir. Ada juga Kemitbumen yang bertugas merawat halaman keraton.
Dua kampung yang paling menggoda perut adalah Gebulen dan Sekullanggen, dapurnya kerajaan yang hingga kini dikenal sebagai Pawon Kilen dan Pawon Wetan. Dari pawon inilah lahir nasi kebuli dan nasi langgi khas keraton.Tak berhenti di situ, ada Mantrigawen, tempat kepala pegawai keraton, Pesindenan yang dihuni para sinden, serta Gamelan yang ternyata bukan soal musik, melainkan kampung pengurus kuda Sultan. Namburan dikenal sebagai kampung penabuh tambur, sementara Siliran dihuni pengurus lampu minyak sebelum listrik masuk.Nama Patehan juga masih eksis dengan tradisi minum teh ala Sultan. Ada pula Polowijan, kampung Abdi Dalem dengan kelainan fisik, serta Rotowijayan, tempat pembuat kereta kerajaan.
Nama-nama kampung ini membuktikan bahwa Jogja menyimpan sejarah hidup dalam setiap sudutnya. Identitas itu yang membuat kota ini tetap istimewa, sekaligus menjaga hubungan erat antara keraton dan masyarakat hingga hari ini.