Penyidik KPK kembali melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru, Riau, pada 2 Desember 2024. Salah satu yang terjaring dalam operasi senyap ini adalah Risnandar Mahiwa, Penjabat Wali Kota Pekanbaru. KPK belum merinci lebih lanjut mengenai perkara suap yang melibatkan Risnandar, termasuk barang bukti yang diamankan. Penangkapan ini menjadi sorotan mengingat jabatan tinggi yang dimiliki Risnandar.
Risnandar Mahiwa, yang lahir di Luwuk, Sulawesi Tengah, pada 6 Juli 1983, memiliki latar belakang pendidikan di bidang pemerintahan. Setelah menuntaskan pendidikan di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) pada 2006, ia melanjutkan studi dan meraih gelar Magister Administrasi Pemerintahan Daerah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada 2009.
Karier Risnandar dimulai sebagai Lurah Soho di Kabupaten Banggai pada 2010. Ia kemudian mengabdi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan berbagai jabatan mulai dari staf hingga kepala bagian. Kariernya terus menanjak hingga pada 2022 ia diangkat menjadi Direktur Organisasi Kemasyarakatan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri. Puncaknya, pada Mei 2024, Risnandar dilantik sebagai Penjabat Wali Kota Pekanbaru, sebuah jabatan yang ia emban hingga saat ini.
Dari segi kekayaan, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Risnandar tercatat memiliki kekayaan mencapai Rp 1,9 miliar. Laporan kekayaan terakhir yang disampaikan pada 18 Maret 2024, menunjukkan adanya sejumlah aset yang dimilikinya, namun hal ini kini menjadi bagian dari penyelidikan lebih lanjut oleh KPK.
Kasus ini memunculkan banyak pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas pejabat publik. Sebagai Pj Wali Kota, Risnandar diharapkan memimpin dengan contoh yang baik, namun penangkapan ini justru mencoreng citra tersebut. Penyidik KPK terus mendalami kasus ini untuk mengungkap lebih jauh dugaan praktik suap yang melibatkan pejabat tinggi ini.