Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025 memicu gelombang protes besar di media sosial X (sebelumnya Twitter). Aksi ini ditandai dengan penyebaran gambar berlambang garuda biru, yang menjadi simbol penolakan kebijakan tersebut. Gerakan ini mirip dengan protes “Kawal Putusan MK” yang viral pada Agustus lalu.
Para netizen mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait dampak kenaikan PPN, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Berbagai unggahan mencerminkan keresahan tersebut. Salah satu gambar berbunyi, “Menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah kejahatan. Jangan minta pajak besar kalau belum becus melayani rakyat. Tolak PPN 12%.”
Netizen lain menyoroti ketimpangan penerapan pajak. “Bebankan pajak besar pada pembalak hutan dan industri tersier. Jangan palak rakyat terus-menerus,” tulis sebuah unggahan yang menyertakan tagar #TolakPPN12Persen.
Beberapa cuitan juga menawarkan solusi untuk melawan kebijakan ini. Rekomendasi yang sering diusulkan antara lain:
- Mendesak pemerintah melalui media sosial.
- Tidak memilih presiden dan anggota legislatif yang mendukung kenaikan PPN.
- Mogok membayar pajak secara kolektif.
- Membatasi konsumsi barang selain kebutuhan pokok.
- Turun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi.
Seorang pengguna media sosial menulis, “PPN naik 12%, pendidikan dan kesehatan makin mahal. Kemana hasil pajak rakyat? #TolakPPN12Persen.” Ada juga yang menyoroti ketimpangan ekonomi, “Pajakin saja 100 orang terkaya di Indonesia. Jangan terus menekan rakyat miskin. Sehat, bu?”
Gelombang protes ini terus bergema, memperlihatkan keresahan masyarakat terhadap kebijakan pajak yang dinilai tidak adil. Tagar #TolakPPN12Persen menjadi simbol perjuangan untuk menolak kebijakan yang dianggap memberatkan.