Celebrithink.com – Tahun 2024 mencatat rekor suram bagi dunia usaha di Jepang. Lebih dari 10.000 perusahaan di Jepang bangkrut dalam setahun, menandai lonjakan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Faktor seperti inflasi, melemahnya yen, hingga kekurangan tenaga kerja menjadi penyebab utama. Artikel ini akan mengulas data kebangkrutan, sektor terdampak, dan faktor yang memengaruhi tren ini.
Rekor Tertinggi dalam 11 Tahun
Berdasarkan laporan Tokyo Shoko Research, jumlah kebangkrutan perusahaan dengan kewajiban minimal JPY 10 juta mencapai 10.006 kasus pada 2024. Angka ini naik 15,1 persen dibandingkan tahun 2023 dan menjadi rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir.
Sementara itu, total kewajiban yang ditinggalkan perusahaan di Jepang bangkrut turun 2,4 persen menjadi JPY 2,3 triliun. Penurunan ini terjadi karena hanya ada satu kasus kebangkrutan besar dengan kewajiban lebih dari JPY 100 miliar, yaitu MSJ Asset Management.
Sektor Jasa Paling Terpukul
Dari 10 sektor yang disurvei, 8 di antaranya mencatat kenaikan angka kebangkrutan. Sektor jasa mengalami pukulan terberat dengan 3.329 kebangkrutan, meningkat 13,2 persen dari tahun sebelumnya.
Industri konstruksi dan transportasi juga tidak luput dari dampak. Keduanya menghadapi lonjakan angka kebangkrutan masing-masing sebesar 13,6 persen dan 9,8 persen. Masalah utama di sektor ini adalah kesulitan merekrut tenaga kerja akibat aturan lembur yang lebih ketat.
Pengaruh Inflasi dan Kekurangan Tenaga Kerja
Inflasi menjadi salah satu faktor signifikan di balik tren ini. Kebangkrutan terkait inflasi meningkat menjadi 698 kasus pada 2024, naik untuk tahun kedua berturut-turut. Perusahaan yang tidak mampu meneruskan kenaikan biaya ke harga produk mereka harus menanggung beban yang semakin berat.
Selain itu, kekurangan tenaga kerja menciptakan tekanan besar bagi perusahaan, terutama di industri yang sangat bergantung pada sumber daya manusia. Jumlah kebangkrutan terkait kekurangan tenaga kerja melonjak sekitar 80 persen menjadi 289 kasus, angka tertinggi sejak data ini mulai dicatat pada 2013.
Potensi Krisis Berlanjut pada 2025
Pada Desember 2024 saja, 842 perusahaan dinyatakan bangkrut, naik 3,9 persen dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya. Kondisi ini diperkirakan belum akan membaik. Inflasi dan kenaikan suku bunga terus menekan perusahaan yang sudah kesulitan mengelola utang dan menaikkan harga produk mereka.
Pejabat Tokyo Shoko Research memperingatkan bahwa tren kebangkrutan bisa terus meningkat pada 2025 jika kondisi ekonomi tidak membaik.
Krisis kebangkrutan perusahaan di Jepang pada 2024 menjadi peringatan akan dampak inflasi, melemahnya mata uang, dan kekurangan tenaga kerja terhadap ekonomi. Dengan tantangan yang belum usai, tahun 2025 mungkin menjadi tahun penuh ujian bagi dunia usaha Jepang.