Celebrithink.com – Kasus suap yang menjerat Hakim Mangapul dalam vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur terus menjadi sorotan. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Mangapul mengakui menerima uang suap sebesar SGD 36.000. Pengakuan ini disampaikan melalui kesaksian istrinya, Martha Panggabean, yang turut hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan.
Uang Suap Disimpan di Tas Hitam
Martha mengungkapkan bahwa uang suap tersebut ditemukan dalam tas hitam di apartemen Mangapul. Menurut kesaksiannya, tas tersebut awalnya hanya diminta untuk disimpan oleh Mangapul. Namun, setelah penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah apartemen, uang tersebut akhirnya diserahkan ke penyidik.
Mangapul mengaku lega setelah uang tersebut dikembalikan. Dalam persidangan, Martha menceritakan bagaimana suaminya menangis dan menyesali perbuatannya. “Saya menyesal. Jangan marah ya, saya khilaf,” ujar Mangapul seperti disampaikan Martha di hadapan majelis hakim.
Perjalanan Uang Suap Hingga Pengembalian
Proses pengembalian uang ini memiliki alur yang cukup panjang. Setelah ditemukan, Martha membawa tas berisi uang tersebut ke Jakarta untuk menemui suaminya di Kejaksaan Agung. Meski tidak langsung bertemu, ia akhirnya menyerahkan uang tersebut sesuai permintaan Mangapul.
Pengakuan ini menunjukkan sisi emosional Mangapul sebagai seorang hakim yang terjerat dalam kasus suap. Meskipun mengaku khilaf, perbuatannya tetap diproses secara hukum.
Rincian Suap dan Pembagian di Antara Hakim
Dalam dakwaan jaksa, Mangapul tidak sendiri. Ia bersama dua hakim lainnya, Heru Hanindyo dan Erintuah Damanik, didakwa menerima suap total Rp 4,6 miliar. Pembagian uang dilakukan di ruang kerja hakim, dengan masing-masing hakim menerima bagian berbeda.
Erintuah Damanik menerima bagian terbesar, yakni SGD 38.000, sementara Heru Hanindyo dan Mangapul masing-masing menerima SGD 36.000. Sisa uang sebesar SGD 30.000 disimpan oleh Erintuah.
Proses Persidangan dan Pasal yang Dilanggar
Akibat perbuatannya, Mangapul didakwa melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Di antaranya Pasal 12 huruf c dan Pasal 6 ayat (2) tentang penerimaan suap. Ia juga didakwa menerima gratifikasi dalam berbagai bentuk, termasuk uang dalam mata uang asing dan rupiah dengan total mencapai Rp 125,4 juta.
Transparansi dan Kepercayaan Publik
Kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai pentingnya transparansi dalam dunia peradilan. Kepercayaan publik terhadap sistem hukum bergantung pada integritas para hakim. Oleh karena itu, pengawasan ketat dan sanksi tegas menjadi kunci untuk menjaga kredibilitas lembaga peradilan di Indonesia.
Sebagai masyarakat, kita berharap agar kasus ini membuka mata semua pihak terkait untuk lebih berhati-hati dan menjaga amanah yang telah diberikan. Integritas bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan juga bagian dari upaya kolektif menjaga keadilan di negeri ini.