Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, mempertanyakan dasar perhitungan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun. Dalam sidang pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Harvey mengaku tidak memahami bagaimana jumlah kerugian itu dihitung.
Harvey mengkritik metode yang digunakan ahli dalam menghitung kerugian negara. Menurutnya, ahli hanya mengambil sampel dari lahan tambang seluas 40 hektare di Bangka Belitung. Ia membandingkan hal tersebut dengan pengalaman eksplorasi tambang batu bara, yang membutuhkan survei mendetail di banyak titik untuk area seluas 10 hektare. Bahkan, survei semacam itu masih sering keliru meski memakan waktu hingga satu tahun.
Harvey juga mengeluhkan sikap ahli yang dinilai tidak kooperatif selama persidangan. Ketika diminta menjelaskan perhitungannya, ahli dikatakan menolak memberikan jawaban yang memadai. Bahkan, permintaan terdakwa untuk meninjau ulang hasil perhitungan tersebut ditolak.
Dalam pembelaannya, Harvey mengungkapkan bahwa auditor BPKP menggunakan data dari tabel Excel yang dibuat staf PT Timah pada Mei 2024. Tabel tersebut, menurutnya, tidak pernah ditemukan dalam laporan keuangan resmi perusahaan. Namun, data itu justru dijadikan dasar untuk menyatakan adanya harga sewa yang terlalu tinggi.
Harvey menegaskan bahwa ia masih bingung dengan asal-usul angka Rp 300 triliun tersebut. Ia bahkan menyebut perhitungan yang keliru ini berdampak buruk pada auditor, jaksa, hingga masyarakat Bangka Belitung.
Harvey membantah tuduhan bahwa ia menikmati uang hasil korupsi sebesar Rp 300 triliun. Ia meminta majelis hakim mempertimbangkan nota pembelaannya, sembari menegaskan bahwa angka sebesar itu tidak pernah dilihat, dimiliki, atau dinikmatinya. Ia juga mengarahkan pihak-pihak terkait untuk bertanya langsung kepada ahli yang menghitung angka tersebut.
Dalam kasus ini, Harvey dituntut 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, serta pembayaran uang pengganti sebesar Rp 210 miliar. Jika harta benda miliknya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, jaksa menyatakan akan menggantinya dengan hukuman kurungan tambahan.
Harvey didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Sidang ini menjadi perhatian publik karena besarnya dugaan kerugian negara yang terungkap dalam kasus ini.