Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, kembali membuat pernyataan yang memicu kontroversi. Pada 30 November 2024, ia mengeluarkan perintah untuk polisi agar menyita pengeras suara masjid yang dianggap melanggar aturan kebisingan. Kebijakan ini langsung mendapat kritik tajam, terutama dari komunitas Muslim dan tokoh Arab di Israel.
Menurut Ben Gvir, langkah ini merupakan bagian dari upaya menertibkan “kebisingan berlebihan” yang berasal dari masjid, khususnya suara azan yang dikumandangkan lima kali sehari. Ia menegaskan bahwa undang-undang yang ada memungkinkan pihak berwenang untuk menyita sistem audio sebagai alat pencegahan. “Ini adalah alat yang efektif. Jika diterapkan, dampaknya akan terdengar di seluruh sektor Muslim,” kata Ben Gvir.
Namun, kebijakan ini memicu ketegangan. Wali kota wilayah mayoritas Arab mengkritik keras langkah tersebut, menyebutnya sebagai provokasi yang bisa memperburuk situasi. Ketua partai Islam Ra’am, Mansour Abbas, juga menuduh Ben Gvir sengaja ingin mengadu domba antara komunitas Muslim dan Yahudi.
Ben Gvir tetap bersikeras bahwa kebijakan ini penting untuk mengurangi gangguan kebisingan, bahkan membandingkannya dengan negara-negara Barat dan beberapa negara Arab yang telah lebih dulu membatasi suara masjid. Bagi warga Yahudi yang tinggal di Yerusalem Timur, suara azan sering dianggap terlalu keras dan mengganggu kenyamanan mereka. Namun, para pemimpin komunitas Arab menekankan bahwa azan adalah bagian integral dari identitas Muslim, dan kebijakan ini dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap mereka.
Organisasi Abraham Initiatives, yang mendukung kerja sama Yahudi-Arab, melihat tindakan Ben Gvir sebagai politisasi kepolisian. Sementara itu, para pemimpin Arab berpendapat bahwa kebijakan ini bisa semakin memperburuk ketegangan antara kedua komunitas. Ben Gvir, yang dikenal dengan pandangan sayap kanannya, telah lama menjadi figur kontroversial, sering kali memicu reaksi keras dengan kebijakannya yang dianggap provokatif.