Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menerima tawaran resmi dari pemerintah untuk mengelola Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batu bara. Tawaran ini disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam rapat Pleno PP Muhammadiyah pada 13 Juli 2024.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengonfirmasi bahwa lokasi tambang yang ditawarkan belum disampaikan secara resmi. Namun, PP Muhammadiyah sudah membahas tawaran tersebut dalam rapat Pleno dan akan mengumumkan keputusan resminya pada 27-28 Juli 2024. Keputusan ini akan disampaikan setelah Konsolidasi Nasional di Universitas Aisyiyah Jogjakarta.
Pengamat Kebijakan Publik Muhammadiyah Ihsan Tanjung menyebut bahwa Muhammadiyah tidak langsung menyatakan siap mengelola tambang seperti NU. Namun, dia tidak menutup kemungkinan Muhammadiyah akan terlibat jika diberikan kesempatan.
Dalam diskusi publik Fraksi PAN DPR RI dengan tema “Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tamban untuk Ormas Keagamaan” pada 26 Juni 2024, Ihsan menjelaskan bahwa Muhammadiyah akan mengkaji terlebih dahulu penawaran WIUPK dari pemerintah. Dia membandingkan sikap ini dengan NU yang lebih cepat menerima tawaran tersebut.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak menolak tawaran pengelolaan tambang. Ia menyatakan pentingnya mengurus ekonomi, menjaga sumber daya alam, serta mengelola tambang tanpa merusaknya.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Peraturan ini memberikan ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
PP ini ditandatangani pada 30 Mei 2024 dan mengatur bahwa WIUPK dapat ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan. Pasal 83A ayat 1 menyebutkan bahwa penawaran WIUPK bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Wilayah WIUPK yang dimaksud merupakan bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Ayat 3 mengatur bahwa IUPK dan/atau kepemilikan saham ormas keagamaan dalam badan usaha tidak dapat dipindahtangankan tanpa persetujuan Menteri. Ayat 4 menyatakan bahwa kepemilikan saham ormas keagamaan harus mayoritas dan menjadi pengendali. Ayat 5 melarang badan usaha tersebut bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya atau afiliasinya.
Penawaran WIUPK berlaku selama lima tahun sejak PP ini berlaku. Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden.