Setelah gerakan “All Eyes on Rafah” ramai dibicarakan, kini tagar serupa muncul di platform X dengan nama “All Eyes on Papua”. Dalam dua hari terakhir, tagar ini telah menjadi topik hangat dengan lebih dari 20 ribu kali disebutkan. Gerakan ini berawal dari desakan masyarakat adat Awyu dan Moi yang meminta hutan mereka dikembalikan dan diselamatkan dari pembukaan perkebunan sawit.
Hutan adat masyarakat Awyu telah diubah menjadi salah satu perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah. Kampanye ini menjadi bentuk protes terhadap perusahaan-perusahaan besar yang menguasai hak masyarakat adat Papua dengan mengalihkan hutan adat mereka menjadi perkebunan sawit. Melalui kampanye ini, masyarakat berharap dunia memperhatikan dan mendukung perjuangan mereka, karena kerusakan hutan Papua tidak hanya berdampak pada masyarakat setempat tetapi juga lingkungan global.
Pada Senin, 27 Mei, para pecinta lingkungan hidup dari suku Awyu dan Moi menggelar aksi di Gedung Mahkamah Agung Jakarta Pusat. Tujuan dari aksi damai ini adalah untuk memperjuangkan hutan adat seluas 36.994 hektare, yang luasnya setara dengan setengah wilayah DKI Jakarta. Hutan tersebut terancam dibabat demi pembukaan perkebunan sawit yang didirikan oleh PT Asiana Lestari dan PT Sorong Agro Sawitindo.
Bagi masyarakat di dua desa adat tersebut, hutan adalah sumber kehidupan utama. Hampir semua kebutuhan mereka terpenuhi dari hutan. Mereka berburu, mencari bahan pangan, obat-obatan, dan bahan bangunan dari hutan yang kini terancam hilang. Kerusakan hutan ini bukan hanya masalah lokal tetapi juga memiliki dampak global, termasuk perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Masyarakat adat Awyu dan Moi, melalui kampanye ini, berusaha menarik perhatian dunia internasional untuk mendukung mereka dalam mempertahankan hutan adat. Perusahaan-perusahaan besar yang telah mengubah hutan menjadi perkebunan sawit tidak hanya mengancam kehidupan masyarakat adat tetapi juga ekosistem yang lebih luas.
Dengan adanya kampanye “All Eyes on Papua”, mereka berharap mendapatkan dukungan untuk menghentikan konversi hutan adat menjadi perkebunan sawit. Dukungan ini diharapkan dapat membantu menjaga kelangsungan hidup masyarakat adat dan melestarikan lingkungan alam Papua yang kaya akan keanekaragaman hayati dan memiliki peran penting dalam menyerap karbon dioksida, yang krusial dalam menghadapi perubahan iklim global.
Perjuangan masyarakat adat Awyu dan Moi di Mahkamah Agung ini adalah langkah penting dalam mempertahankan hak-hak mereka atas tanah adat. Mereka berharap, dengan perhatian global dan dukungan masyarakat luas, mereka bisa memenangkan pertarungan hukum melawan perusahaan-perusahaan besar yang merusak hutan adat mereka.
Hutan Papua adalah aset yang berharga tidak hanya bagi masyarakat adat tetapi juga bagi dunia. Kehilangannya akan membawa dampak besar bagi ekosistem global. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mendukung gerakan ini dan berkontribusi dalam menyuarakan kepedulian terhadap nasib hutan adat Papua dan masyarakat yang bergantung padanya. Kampanye “All Eyes on Papua” adalah panggilan bagi kita semua untuk berdiri bersama masyarakat adat dalam mempertahankan hutan mereka demi masa depan yang lebih baik.