Celebrihink.com – Layaknya sebuah lagu yang dipopulerkan Agnez Mo, perniahan dini masih kerap terjadi di tengah masyarakat. Padahal berdasarkan peraturan perundangan, batas minimal usia menikah adalah 19 tahun, baik untuk pria maupun wanita.
Data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama di tahun 2020 menyebutkan, ada sebanyak 34 ribu permohonan mendapatkan dispensasi perkawinan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 persen mendapat persetujuan, dan 60 persen pihak pemohon adalah anak-anak berusia kurang dari 18 tahun.
Ada banyak hal yang membuat pasangan akhirnya melakukan pernikahan dini. Mulai dari faktor ekonomi, pendidikan, internet dan media masa, internal orang tua hingga hamil sebelum menikah. Lantas apa saja dampak negatif pernikahan dini? Melansir laman halodoc, berikut penjelasannya.
Masalah kesehatan mental
Studi menyebutkan, suami istri yang menikah ketika usianya belum 18 tahun berisiko mengidap masalah kesehatan mental hingga 41 persen. Ini termasuk gangguan kecemasan, depresi, trauma psikologis seperti PTSD, dan gangguan disosiatif.
Selain itu, Organisasi Dana Anak Perserikatan Bangsa (UNICEF) juga menyebutkan, remaja sebenarnya belum memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi dan mengambil keputusan dengan bijak. Berarti, saat konflik rumah tangga terjadi, pasangan kerap kali mengutamakan kekerasan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal inilah yang selanjutnya menjadi pemicu munculnya berbagai macam masalah kesehatan mental.
Pernikahan dini picu tekanan sosial
Tak sedikit masyarakat Indonesia yang hidup pada lingkungan yang terbilang komunal. Artinya, kerabat, keluarga, tetangga, dan masyarakat lain bisa membawa beban tertentu untuk pasangan suami istri yang masih remaja atau belum cukup umur untuk menikah.
Jika diperhatikan pada sisi psikologis, pasangan yang menikah pada usia sangat muda belum siap sepenuhnya untuk mengemban tanggung jawab itu. Bahkan, jika mereka tidak berhasil memenuhi semua bentuk tugas tersebut, orang-orang kerap mengucilkan dan menganggap mereka buruk.
Mengalami kecanduan
Pasangan yang mengalami kecanduan, entah itu merokok, menggunakan narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, hingga judi. Alasannya sangat sederhana, yaitu mengurangi stres dan beban pikiran yang memang seharusnya belum menjadi tanggungan mereka.
Selain itu, remaja memang masih belum mengetahui dengan baik bagaimana cara yang tepat dan sehat untuk mencari solusi atau mengekspresikan emosi ketika sedang mengalami stres akibat permasalahan rumah tangga.
Peningkatan risiko infeksi menular seksual
Aktivitas seksual, termasuk berhubungan intim yang berlangsung pada pasangan yang masih belum berusia 18 tahun akan lebih tinggi risikonya mengalami berbagai masalah infeksi menular seksual. Ini termasuk HIV atau sifilis.
Ini karena edukasi seks aman dan sehat pada anak yang terbilang masih sangat minim. Selain itu, sosialisasi kepada orang tua dan masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi ketika berhubungan intim yang masih rendah.
Berisiko terjadi KDRT
Studi menyebutkan, wanita yang melakukan pernikahan dini memiliki risiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang lebih tinggi. Sebab, usia yang masih sangat belia untuk membina hubungan rumah tangga kerap kali membuat pasangan masih belum dapat berpikir logis dan dewasa.
Selain itu, keadaan emosi anak juga belum stabil yang membuat mereka sangat mudah terbawa emosi, ego, dan amarah. Akhirnya, masalah yang muncul bukan mendapat solusi dan penyelesaian melalui diskusi dan komunikasi, melainkan lebih sering menggunakan kekerasan, baik verbal maupun fisik.