Johanis Tanak: Kontroversi Soal OTT di KPK

by Instagram

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menuai sorotan dalam uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi III DPR RI. Dalam sesi tersebut, ia menyampaikan pandangannya tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT), yang dinilainya tidak relevan dan kurang tepat diterapkan. Menurut Tanak, konsep OTT bertentangan dengan definisi hukum “tangkap tangan” dalam KUHAP yang seharusnya terjadi secara spontan tanpa perencanaan matang.

Tanak menganalogikan peristiwa tangkap tangan seperti tindakan tukang parkir menangkap pencuri motor di tempat kejadian. Ia menegaskan bahwa semua orang bisa melakukan penangkapan dalam kondisi tersebut tanpa harus melibatkan aparat penegak hukum. Meski begitu, ide Tanak ini memicu diskusi hangat, mengingat OTT selama ini menjadi salah satu strategi andalan KPK untuk memberantas korupsi.

KPK sendiri menegaskan bahwa hingga kini tidak ada aturan yang melarang pelaksanaan OTT. Dalam beberapa kasus besar, OTT terbukti efektif mengungkap jaringan korupsi. Misalnya, pada 2024, KPK melaksanakan tiga OTT besar, termasuk di Kalimantan Selatan yang menyeret sejumlah pejabat penting. Salah satu kasus yang menyita perhatian adalah OTT terkait Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, yang dituduh menerima suap dan gratifikasi.

Meski begitu, KPK juga mengakui bahwa pelaksanaan OTT tidak selalu sempurna. Sebagai contoh, kasus OTT di Sidoarjo pada Januari 2024 gagal menangkap Bupati Ahmad Muhdlor, meski akhirnya status tersangkanya ditetapkan beberapa bulan kemudian.

Polemik seputar pernyataan Tanak mencerminkan perdebatan yang lebih luas tentang pendekatan ideal dalam memberantas korupsi. Di satu sisi, OTT dianggap alat yang efektif, namun di sisi lain, konsep ini masih menuai kritik terkait prosedur dan dampaknya. Apa pun itu, publik tentu berharap bahwa pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas utama tanpa mengurangi esensi hukum yang berlaku.

Populer video

Berita lainnya