Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tertinggi di Asia Pasifik. Hal ini diungkapkan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono, berdasarkan data dari GlobalData Q2 2021 Consumer Survey yang dirilis pada Juni 2021.
Tingginya Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak
Yudhi menekankan perlunya intervensi untuk mengendalikan konsumsi gula di Indonesia. Ia mengutip data dari Survei Konsumsi Makanan Individu Litbangkes pada 2014 yang menunjukkan rata-rata konsumsi garam penduduk Indonesia mencapai 2764 mg per orang per hari. Selain itu, survei pada 2015 menunjukkan bahwa 27 persen penduduk Indonesia mengonsumsi lemak total melebihi batas rekomendasi harian, yaitu lebih dari 67 gram per hari.
Langkah-langkah Pengendalian
“Kami mendorong industri pangan untuk melakukan reformulasi, yaitu menurunkan kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan sesuai batas yang telah ditetapkan,” ujar Yudhi seperti dikutip dari ANTARA. Reformulasi produk pangan menjadi salah satu langkah penting untuk menurunkan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam makanan dan minuman.
Kemenkes juga berupaya mengedukasi masyarakat tentang risiko kesehatan dari konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 200 mg, dan lemak lebih dari 67 gram per orang per hari. Konsumsi yang berlebihan dari komponen-komponen ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius seperti hipertensi, diabetes, dan serangan jantung.
Upaya Pemerintah dan Industri
Untuk mendukung upaya tersebut, Kemenkes mendorong industri pangan menyediakan lebih banyak pilihan makanan dan minuman rendah GGL di berbagai tempat seperti sekolah, tempat kerja, supermarket, restoran, dan ruang publik lainnya. Selain itu, kampanye diet sehat melalui media massa dan penerapan label pada produk yang mengandung GGL juga menjadi bagian dari strategi Kemenkes.
Yudhi menambahkan, “Kami juga mendorong pembatasan waktu tayang, lokasi, dan sasaran iklan pangan yang mengandung tinggi gula, garam, dan lemak.”
Regulasi dan Kebijakan
Strategi lain yang diambil oleh Kemenkes termasuk menetapkan regulasi untuk mengatur kandungan GGL dalam pangan, menetapkan batas maksimum kandungan GGL, serta kebijakan fiskal untuk mengurangi konsumsi berlebihan. Pembatasan iklan pangan tinggi GGL juga didorong untuk mengurangi paparan masyarakat terhadap produk-produk yang tidak sehat.
Dengan berbagai upaya ini, diharapkan dapat mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak di masyarakat Indonesia, sehingga dapat menurunkan risiko penyakit terkait dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.