Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, menyatakan bahwa Lebanon saat ini dalam keadaan darurat perang seiring dengan meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah. PM Mikati mengungkapkan keprihatinannya atas bentrokan yang telah berlangsung selama sembilan bulan, yang menurutnya dapat memicu invasi Israel ke Lebanon. Pernyataan ini disampaikan Mikati kepada kantor berita nasional Lebanon, sebagaimana dikutip oleh The Arab News.
Pada akhir pekan lalu, PM Mikati melakukan kunjungan ke Lebanon selatan, wilayah yang sering menjadi target serangan Israel sebagai balasan terhadap Hizbullah. Dalam kunjungannya, Mikati menekankan pentingnya perdamaian dan penerapan Resolusi 1701. “Kami selalu menganjurkan perdamaian, dan pilihan kami adalah perdamaian dan penerapan Resolusi 1701,” ujarnya. Ia juga menyerukan kepada Israel untuk menghentikan serangan berulang-ulang terhadap Lebanon dan menghentikan perang di Gaza, serta mendesak penerapan Resolusi Internasional No. 2735.
Resolusi 1701 adalah seruan untuk gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel yang menghentikan peperangan pada tahun 2006. Sementara Resolusi 2735 menuntut gencatan senjata tiga fase di Jalur Gaza, termasuk pertukaran sandera dan menekankan pentingnya solusi dua negara. Meski telah ada perjanjian ini, banyak pihak khawatir bahwa Israel akan mengabaikannya dan melanjutkan invasi ke Lebanon dengan alasan melumpuhkan militan Hizbullah.
PM Israel, Benyamin Netanyahu, beberapa waktu lalu memindahkan pasukan IDF dari Rafah ke wilayah utara Israel yang berbatasan dengan Lebanon selatan. Langkah ini dimaksudkan untuk memudahkan serangan ke markas besar Hizbullah. Meskipun serangan ini masih dalam tahap rencana, namun telah memicu kekhawatiran di kalangan pemimpin dunia, termasuk Amerika Serikat. Mereka khawatir bahwa serangan Israel terhadap Lebanon dapat membangkitkan kerjasama antara sekutu Iran, termasuk Rusia.
Keadaan darurat perang yang diumumkan oleh PM Mikati menunjukkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi Lebanon saat ini. Bentrokan yang berkepanjangan dan ancaman invasi membuat stabilitas kawasan semakin rapuh. Semua pihak diharapkan dapat menghormati dan menerapkan resolusi internasional yang telah disepakati untuk mencegah eskalasi konflik lebih lanjut.