Celebrithink.com – Fenomena sound horeg tengah ramai dibicarakan, terutama di media sosial. Istilah ini merujuk pada penggunaan sistem audio dengan volume super keras, biasanya berupa speaker aktif besar, yang digunakan dalam acara rakyat seperti hajatan, ulang tahun, hingga sunatan, terutama di daerah pinggiran kota atau pedesaan.
Sound horeg kerap diiringi musik remix dangdut atau koplo yang diputar nonstop, lengkap dengan lampu kelap-kelip dan DJ lokal. Tujuannya jelas: meramaikan suasana dan menghibur tamu. Namun, di balik hiburan tersebut, muncul kontroversi terkait kebisingan dan dampak sosialnya.
Secara budaya, sound horeg bisa dilihat sebagai bentuk ekspresi rakyat kecil. Masyarakat menggunakannya sebagai hiburan murah meriah dan ajang berkumpul. Namun, tidak sedikit juga yang merasa terganggu, terutama jika acara berlangsung hingga larut malam dan mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Fenomena ini juga menimbulkan perdebatan antara “hak untuk bersenang-senang” dan “hak atas ketenangan”. Beberapa pemerintah daerah mulai mengambil langkah tegas dengan membatasi jam penggunaan sound system besar dalam acara hajatan. Ada juga yang mengatur tingkat desibel agar tidak melebihi ambang batas kebisingan.
Menariknya, sound horeg kini menjadi bagian dari tren budaya pop. Banyak video viral yang memperlihatkan orang berjoget di depan sound system raksasa dengan gaya ekspresif. Bahkan, beberapa content creator memanfaatkan fenomena ini untuk membuat konten lucu atau edukatif.
Pada akhirnya, sound horeg mencerminkan dinamika sosial masyarakat, tentang bagaimana hiburan, kebebasan, dan kenyamanan bisa bertabrakan dalam ruang publik. Solusinya? Kesadaran kolektif dan regulasi yang adil, agar semua bisa menikmati hiburan tanpa saling merugikan.