Celebrithink.com – Peluncuran buku Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional diselenggarakan di Swiss-Belinn Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Acara ini berlangsung pada Rabu pagi mulai pukul 09.00 hingga 13.00 WIB. Buku ini merupakan kompilasi karya jurnalistik dari hasil liputan investigasi sejumlah jurnalis mengenai dampak pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai wilayah Indonesia.
Sebanyak 14 jurnalis dari Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara terlibat dalam liputan kolaboratif ini. Proyek ini digagas oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bekerja sama dengan WALHI, LBH, dan Tempo Witness. Buku ini tidak hanya menyajikan fakta, tetapi menjadi bentuk perlawanan terhadap narasi pembangunan yang selama ini hanya menonjolkan infrastruktur dan angka, tanpa menyentuh aspek keadilan sosial dan kemanusiaan.
Dalam peluncuran buku ini, hadir sejumlah narasumber penting seperti Yosep Suprayogi dari Tempo Witness, Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), serta Diky Anandya dari Auriga Nusantara. Diskusi dimoderatori oleh Musdalifah dari AJI Indonesia. Para narasumber membedah lebih dalam temuan-temuan penting dari hasil liputan, serta tantangan dalam kerja-kerja jurnalistik investigatif.
Liputan di Maluku Utara mengungkap bagaimana tanah milik warga diambil alih secara paksa demi kepentingan tambang. Padahal, tanah tersebut selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat. Pemerintah daerah menerbitkan Surat Keputusan Bupati untuk membeli tanah tersebut dengan harga yang sangat rendah. Mereka yang menolak menjual tanahnya mendapat ancaman kriminalisasi. Ironisnya, perusahaan tidak pernah menunjukkan dokumen legalitas kepemilikan lahan, namun menggunakan klaim konsesi untuk mengusir warga dari tanah mereka.
Di Kalimantan Timur, proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) menjadi sorotan utama. Modus yang digunakan serupa, yaitu menjadikan masyarakat adat yang telah lama tinggal di lahan turun-temurun sebagai pihak yang dianggap menduduki wilayah konsesi perusahaan. Di Desa Telemow, Kabupaten Penajam Paser Utara, perusahaan pemegang konsesi bahkan diketahui memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Prabowo Subianto. Warga yang mempertahankan hak atas tanah justru dikriminalisasi dengan tuduhan menyerobot lahan.
Sementara itu, di Jawa Barat, liputan mendalami proyek energi panas bumi yang juga masuk dalam kategori PSN. Salah satu kasus yang terungkap adalah perbedaan pencatatan nilai Dana Bagi Hasil (DBH) antara perusahaan dan pemerintah daerah yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Namun, persoalan tersebut hanya dianggap sebagai kesalahan pencatatan, tanpa adanya proses investigasi lebih lanjut terhadap potensi praktik korupsi.
Diky Anandya dari Auriga Nusantara menekankan bahwa pembela lingkungan menjadi pihak yang paling rentan dalam konflik PSN. Mereka kerap diberi stigma sebagai penghambat pembangunan, dan jumlah ancaman terhadap mereka meningkat signifikan sejak 2017. Konflik ini tidak hanya mengancam ruang hidup, tetapi juga hak atas rasa aman dan keadilan.
Menurut data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), selama periode 2020 hingga 2023 terdapat 115 konflik agraria yang dipicu oleh proyek PSN. Selain mengabaikan partisipasi publik, proyek-proyek ini sering kali mengabaikan prinsip-prinsip penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Padahal, dalam laporan World Economic Forum Competitiveness Report, korupsi disebut sebagai salah satu hambatan utama investasi di Indonesia, sebagaimana terlihat dari kesulitan IKN dalam menarik investor.
Erasmus Cahyadi dari AMAN juga menyoroti dampak PSN terhadap masyarakat adat. Banyak proyek PSN yang menghilangkan sumber pangan dan pekerjaan tradisional masyarakat seperti hutan sagu, penyadapan karet, dan kemenyan. Praktik tersebut bertentangan dengan Konvensi ILO No.111, serta tidak sejalan dengan instrumen hak asasi manusia lainnya seperti Hak Sipol dan Ekosob, serta Undang-Undang No. 39 tentang HAM. Ketimpangan dalam penegakan hukum semakin terasa karena perusahaan pelanggar dibiarkan, sementara masyarakat adat langsung ditindak.
Yosep Suprayogi dari Tempo Witness menyoroti perlunya pendekatan liputan yang lebih menyeluruh dan berbasis data. Ia menyatakan bahwa hasil liputan investigasi seharusnya juga mengulas lebih dalam mengenai dampak lanjutan dari pendanaan proyek, termasuk bagaimana Dana Bagi Hasil digunakan oleh pemerintah daerah.
Acara peluncuran buku ini menyimpulkan bahwa kolaborasi menjadi kunci utama dalam menghadapi dampak buruk PSN. Komunitas terdampak, organisasi masyarakat sipil, lembaga bantuan hukum, dan media harus bersatu untuk membangun narasi tandingan yang berpihak pada keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.