Ancaman Privatisasi Wilayah Pesisir Gersik Putih
celebrithink.com – Walhi Jawa Timur bersama aktivis lingkungan mendesak pemerintah mencabut Sertifikat Hak Milik (SHM) di pesisir Desa Gersik Putih, Sumenep. Luas wilayah 21 hektare yang telah bersertifikat SHM dianggap mengancam kehidupan masyarakat pesisir. Privatisasi ini dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak ekologis dan sosial yang signifikan.
Dampak Ekologis Privatisasi Pesisir
Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan, menjelaskan bahwa privatisasi pesisir akan menghancurkan ekosistem. Mangrove yang menjadi pelindung alami dari abrasi dan perubahan iklim terancam hilang karena proyek tambak garam. Kehilangan kawasan hijau ini juga meningkatkan risiko banjir rob bulanan yang merusak rumah dan infrastruktur desa.
Tekanan Sosial-Ekonomi bagi Masyarakat Lokal
Masyarakat Desa Gersik Putih terjebak dalam pilihan sulit. Mereka hanya bisa menjadi buruh tambak garam musiman dengan pendapatan rendah atau merantau ke luar daerah. Proyek tambak garam yang mendominasi kawasan ini lebih banyak menguntungkan segelintir pihak dibandingkan masyarakat lokal.
Hilangnya Akses Nelayan ke Laut
Privatisasi pesisir juga membuat nelayan kehilangan akses ke sumber mata pencaharian utama, yakni laut. Masyarakat lokal semakin terpinggirkan dan tidak memiliki kendali atas sumber daya alam yang menopang kehidupan mereka selama ini.
Tuntutan kepada Pemerintah
Walhi bersama berbagai organisasi lingkungan mendesak pemerintah mencabut SHM pesisir 21 hektare di Sumenep. Mereka juga meminta pemerintah menerapkan Perda No. 10 Tahun 2023 tentang RTRW yang menyebut kawasan pesisir Sumenep sebagai zona lindung. Pemerintah diharapkan tidak menerbitkan izin untuk kegiatan yang dapat merusak ekosistem pesisir.
Solusi Berkelanjutan untuk Pesisir Sumenep
Pemerintah perlu memberikan akses kepada masyarakat lokal untuk mengelola wilayah pesisir secara berkelanjutan. Perlindungan ekosistem mangrove dan kawasan pesisir harus menjadi prioritas guna mendukung kehidupan masyarakat yang lebih baik.