Celebrithink.com – Mengejutkan! Komandan Hamas Kembali Muncul
Hussein Fayad, seorang komandan penting Hamas, mengejutkan banyak pihak setelah muncul kembali di Gaza Utara. Sebelumnya, Israel mengklaim bahwa Fayad telah tewas dalam serangan di sebuah terowongan bawah tanah di Jabalia, Gaza, pada Mei 2024. Namun, kemunculannya baru-baru ini membantah klaim tersebut dan memberikan narasi baru tentang konflik yang sedang berlangsung.
Klaim Israel yang Dipatahkan
Pada Mei 2024, militer Israel secara resmi mengumumkan bahwa mereka telah menewaskan Fayad, pemimpin Batalyon Beit Hanoun Hamas. Israel menyatakan serangan tersebut dilakukan oleh Angkatan Udara di terowongan bawah tanah. Namun, video terbaru menunjukkan Fayad hidup dan memberikan pernyataan bahwa Israel telah kalah dalam perang.
Fayad menegaskan, “Gaza muncul tak terpatahkan, menang dengan kehormatan dan kepala terangkat tinggi.” Pernyataan ini menjadi simbol perlawanan yang terus digemakan oleh Hamas, meski berada di tengah tekanan besar.
Peran Strategis Fayad dalam Konflik
Hussein Fayad dikenal memiliki peran strategis dalam konflik antara Hamas dan Israel. Ia dituding bertanggung jawab atas serangan rudal anti-tank serta peluncuran mortir ke wilayah Gaza Utara. Sebagai pemimpin Brigade ke-98, ia dianggap memiliki pengaruh signifikan dalam struktur militer Hamas.
Kemunculan Fayad menjadi tamparan bagi Israel, yang sebelumnya menyatakan telah berhasil mengeliminasi beberapa pejabat tinggi Hamas. Hal ini menunjukkan bahwa informasi intelijen bisa saja meleset atau diabaikan dalam medan perang.
Narasi Baru dari Gaza
Konflik antara Hamas dan Israel terus menjadi sorotan dunia internasional. Perang ini tidak hanya melibatkan pertarungan fisik tetapi juga perang propaganda. Munculnya Hussein Fayad di media lokal Palestina memberikan momentum baru bagi Hamas untuk mengklaim kemenangan moral.
Di sisi lain, kejadian ini mengingatkan kita pada kompleksitas konflik di Gaza, di mana informasi sering kali menjadi senjata utama kedua belah pihak. Situasi ini menunjukkan bahwa perang bukan hanya tentang kekuatan militer, tetapi juga tentang siapa yang dapat mengendalikan narasi publik.