Pemerintah Indonesia akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa langkah ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan bertujuan menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global.
Dalam konferensi pers, Sri Mulyani menjelaskan bahwa tarif PPN 12 persen terutama menyasar barang dan jasa yang tergolong mewah atau premium, seperti layanan rumah sakit kelas atas atau bahan makanan berkualitas tinggi. Namun, beberapa barang dan jasa yang tidak tergolong mewah juga akan dikenai tarif PPN ini.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono, menegaskan bahwa aturan tarif PPN 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang termasuk objek pajak. “Pengelompokannya sudah dijelaskan, mana yang dikenakan tambahan tarif, mana yang dibebaskan, dan mana yang DTP (Ditanggung Pemerintah). Namun secara regulasi, barang dan jasa di luar itu terkena PPN 12 persen,” katanya, dilansir dari CNBC Indonesia (18/12).
Beberapa contoh barang dan layanan yang akan terkena kenaikan tarif PPN adalah pakaian, produk kosmetik, serta layanan berlangganan seperti Spotify dan Netflix. “Semua barang dan jasa, termasuk layanan seperti Netflix dan Spotify, akan terkena tarif PPN yang naik dari 11 persen menjadi 12 persen. Selanjutnya, akan ada pengecualian untuk beberapa jenis barang,” jelas Susiwijono.
Meskipun kebijakan ini telah ditetapkan untuk diberlakukan pada awal 2025, hingga saat ini belum ada aturan teknis yang lebih rinci mengenai penerapannya. Namun, masyarakat diimbau untuk bersiap menghadapi kemungkinan kenaikan harga pada berbagai barang dan jasa akibat kebijakan ini.
Kenaikan tarif PPN ini diharapkan dapat memperkuat kondisi fiskal negara. Masyarakat diharapkan perlu lebih cermat dalam mengelola pengeluaran, mengingat dampaknya yang berpotensi meluas.