Bali, pulau yang memikat dengan keindahannya, kini masuk dalam daftar “Fodor’s No List” 2025. Daftar ini, yang dirilis situs panduan perjalanan Fodor’s Travel, menyoroti destinasi-destinasi yang dianggap perlu jeda dari lonjakan wisatawan. Bukan karena kurang menarik, tapi karena popularitasnya justru memicu tekanan sosial, lingkungan, dan infrastruktur.
Bayangkan, pada 2023 saja, Bali mencatat 5,3 juta kunjungan wisatawan internasional. Pada tujuh bulan pertama 2024, angka itu naik 22%. Namun, lonjakan ini membawa dampak serius. Pantai-pantai seperti Kuta dan Seminyak yang dulu bersih, kini bergelut dengan tumpukan sampah. Data menunjukkan, Bali menghasilkan 1,6 juta ton sampah per tahun, dengan plastik mencapai 303.000 ton. Sayangnya, hanya 48% sampah yang dikelola dengan baik, dan hanya 7% plastik yang berhasil didaur ulang. Akibatnya, 33.000 ton sampah plastik mencemari sungai dan laut setiap tahun.
Krisis ini memicu istilah “kiamat plastik” dari para aktivis lingkungan. World Wildlife Fund bahkan pernah mengkritik perkembangan pariwisata Bali yang cepat dan kurang terencana sejak lama, menyebutnya sebagai penyebab kerusakan lingkungan serius.
Meski begitu, Fodor’s menegaskan bahwa daftar ini bukan untuk memboikot Bali. Ini adalah panggilan untuk refleksi, agar pariwisata dapat lebih berkelanjutan. Dengan langkah yang tepat, Bali bisa terus menjadi surga wisata yang lestari, tak hanya untuk generasi saat ini, tetapi juga masa depan.