Konflik bersenjata kembali mengguncang Suriah. Kelompok pemberontak Hayat Tahrir Al Sham (HTS) melancarkan serangan ke Aleppo, menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Sabtu (30/11), otoritas Suriah menutup bandara Aleppo dan seluruh akses jalan menuju kota itu.
Kelompok HTS mengklaim berhasil mencapai pusat Aleppo setelah hampir satu dekade diusir oleh pasukan Assad dan sekutunya. Serangan besar ini dimulai pada Rabu lalu, dengan pemberontak mengklaim telah menyisir berbagai wilayah di Aleppo pada Jumat malam. Langkah ini merupakan yang pertama sejak pemberontak mundur dari kota itu pada 2016 setelah pengepungan panjang oleh Assad, Rusia, Iran, dan milisi Syiah regional.
Seorang komandan pemberontak, Mustafa Abdul Jaber, menyatakan bahwa keberhasilan mereka didukung oleh berkurangnya pasukan pro-Iran di wilayah Aleppo. Hal ini terjadi akibat serangkaian serangan Israel di tengah meluasnya konflik Gaza. Pemberontak juga menyebut aksi ini sebagai respons terhadap serangan udara Rusia dan Suriah yang menargetkan warga sipil di Idlib, serta untuk mencegah serangan militer Suriah.
Sumber oposisi yang dekat dengan intelijen Turki mengungkapkan bahwa serangan ini mendapat dukungan tidak langsung dari Turki. Namun, Kementerian Luar Negeri Turki melalui juru bicara Oncu Keceli menegaskan bahwa Turki berupaya menjaga stabilitas di kawasan. Serangan tersebut dianggap dapat merusak kesepakatan de-eskalasi.
Di sisi lain, Rusia, sebagai sekutu utama Assad, memberikan dukungan militer tambahan kepada pemerintah Suriah. Militer Rusia melaporkan bahwa angkatan udaranya telah membombardir posisi pemberontak di Aleppo, menghancurkan titik kontrol, gudang, dan posisi artileri mereka. Rusia mengklaim telah menewaskan 200 militan dalam 24 jam terakhir, meskipun klaim ini belum diverifikasi secara independen.
Operasi militer Rusia terus berlangsung untuk menekan pemberontak. Wakil Kepala Pusat Rekonsiliasi Rusia, Oleg Ignasyuk, menyatakan bahwa serangan ekstremis akan dilawan hingga tuntas. Tentara Suriah sendiri diperintahkan untuk mundur secara aman dari wilayah utama Aleppo yang telah dikuasai pemberontak.
Konflik ini menunjukkan eskalasi ketegangan antara pihak pemerintah yang didukung Rusia dengan kelompok pemberontak yang mendapat dukungan Turki. Aleppo kembali menjadi medan pertempuran utama setelah bertahun-tahun dalam kendali Assad. Situasi ini menciptakan ketidakpastian baru bagi masa depan Suriah dan kawasan Timur Tengah.