Rusia Larang Propaganda Child-Free, Ini Alasannya

by Instagram

Parlemen Rusia baru saja mengesahkan undang-undang yang melarang propaganda child-free pada Rabu (20/11). Keputusan ini didukung penuh oleh seluruh anggota majelis rendah parlemen, atau yang dikenal sebagai Duma Negara. Dengan disahkannya undang-undang ini, pihak yang menyebarkan atau mendorong propaganda child-free, baik secara daring maupun langsung, akan dikenakan sanksi tegas.

Bagi organisasi atau pejabat pemerintah yang melanggar, denda mencapai 5 juta rubel (sekitar Rp792 juta) telah disiapkan. Tak hanya itu, aturan ini juga memberikan konsekuensi serius bagi warga negara asing yang melanggar—deportasi menjadi langkah yang akan diambil.

Ketua majelis tinggi Rusia, Valentina Matviyenko, menekankan bahwa undang-undang ini tidak bertujuan mengintervensi pilihan pribadi seseorang untuk tidak memiliki anak. Namun, aturan ini dianggap sebagai langkah pencegahan terhadap tren yang dinilai membahayakan tatanan nilai-nilai tradisional keluarga di Rusia.

“Ini bukan pelanggaran hak individu, tapi cara untuk melindungi masyarakat dari fenomena yang merusak,” ujar Matviyenko. Pernyataan ini menunjukkan bahwa fokus utama kebijakan tersebut adalah menjaga stabilitas nilai-nilai tradisional yang semakin menjadi perhatian pemerintah Rusia dalam beberapa tahun terakhir.

Kebijakan baru ini sejalan dengan berbagai langkah konservatif lainnya yang telah diterapkan Rusia. Misalnya, pada 2023, negara ini melarang prosedur pergantian kelamin, dan Mahkamah Agung menetapkan gerakan LGBT sebagai kelompok ekstremis.

Selain isu child-free, anggota parlemen juga tengah mengkaji larangan terhadap tren kebugaran unik bernama quardrobics, yang terinspirasi dari gerakan hewan. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari usaha pemerintah untuk memprioritaskan nilai-nilai tradisional dan moral dalam kehidupan masyarakat.

Melalui kebijakan ini, Rusia terus menegaskan komitmennya untuk mempertahankan prinsip-prinsip keluarga sebagai fondasi masyarakat, meskipun langkah-langkahnya menuai kontroversi di tingkat global.

Populer video

Berita lainnya