Nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan Jumat (15/11), rupiah berada di level Rp15.862 per dolar AS, melemah 12 poin atau 0,08 persen dibandingkan hari sebelumnya. Data Bloomberg mencatat, pelemahan ini terjadi seiring penguatan indeks dolar AS (DXY) yang terus berlanjut.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto, mengungkapkan bahwa faktor global memainkan peran besar dalam situasi ini. Salah satu pemicunya adalah ketahanan ekonomi AS yang masih solid, ditambah kebijakan hawkish dari Ketua Federal Reserve, Jerome Powell. Sikap hawkish ini mengindikasikan fokus pada pengendalian inflasi, yang membuat dolar AS semakin kuat.
Dampak dari penguatan dolar tidak hanya dirasakan Indonesia. Mata uang di berbagai negara emerging market Asia juga menunjukkan tren pelemahan. Namun, Edi mencatat ada sedikit perbaikan menjelang siang pada sesi perdagangan, menunjukkan potensi pergerakan yang lebih positif di pasar.
Dalam menghadapi situasi ini, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas rupiah. “BI terus mengawal dengan triple intervention untuk memastikan pasar tetap percaya diri,” ujar Edi. Triple intervention ini mencakup operasi pasar spot, pembelian Surat Berharga Negara (SBN), dan penyesuaian pasokan valas.
Edi juga menyoroti pentingnya kolaborasi dengan pelaku pasar. Aktivitas suplai valas oleh pelaku usaha masih terjadi, menunjukkan dukungan pasar domestik tetap solid meski tantangan eksternal meningkat.
Langkah intervensi ini diharapkan mampu meredam tekanan terhadap rupiah, sekaligus menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah dinamika global yang tak menentu. BI berkomitmen untuk terus memantau perkembangan pasar dan memastikan nilai tukar berada pada jalur yang stabil dan kondusif.