Penemuan buaya muara di Medokan Semampir dan Sungai Gunung Anyar, Surabaya, baru-baru ini, mengundang perhatian warga. Fenomena alam ini menjadi bukti bahwa meskipun urbanisasi terus terjadi, beberapa wilayah perkotaan masih terhubung dengan habitat alami satwa liar.
Alaika Rahmatullah, peneliti dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), tidak terkejut dengan penemuan ini. Menurutnya, habitat alami buaya memang berada di kawasan rawa dan hutan mangrove yang tenang, termasuk sungai-sungai di sekitar area tersebut.
“Dulu kawasan ini memang rawa-rawa, dekat dengan hutan mangrove, habitat alami buaya. Kehadiran buaya menandakan ekosistem mangrove di sini masih berfungsi dengan baik,” jelas Alaika pada Minggu, 3 November 2024.
Menurut Alaika, buaya berperan penting dalam ekosistem mangrove sebagai predator puncak. Mereka menjaga keseimbangan populasi mangsa, termasuk ikan dan spesies air lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut masih mampu mendukung kehidupan satwa liar yang kompleks.
Meski demikian, penemuan buaya di area yang dekat dengan pemukiman manusia memerlukan perhatian serius. Alaika menekankan pentingnya upaya pencegahan konflik antara manusia dan buaya. Salah satunya, dengan memasang papan peringatan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang cara aman hidup berdampingan dengan satwa liar ini. “Perlu diingat, buaya tidak boleh diburu. Edukasi bagi warga tentang tindakan pencegahan saat beraktivitas di dekat sungai sangat penting,” tambahnya.
Ecoton berharap, peristiwa ini menjadi momen bagi pemangku kepentingan untuk memperbaiki tata kelola lingkungan. Penataan lahan di sekitar sungai harus mempertimbangkan perlindungan ekosistem. Menurut Alaika, mangrove, sungai, dan satwa liar adalah aset lingkungan yang penting untuk keberlanjutan ekologi jangka panjang. Dengan menjaga keseimbangan alam, konflik antara manusia dan satwa liar bisa diminimalisir, sekaligus melestarikan ekosistem yang ada.