Dalam sebuah ruang privat di restoran Jepang di Senayan, Jakarta, Puan Maharani, Said Abdullah, Sufmi Dasco Ahmad, dan Ahmad Muzani tengah meramu strategi. Pertemuan ini menandai langkah PDIP untuk menjajaki opsi bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto. Saat ini, PDIP menjadi satu-satunya partai yang tersisa di luar Koalisi Indonesia Maju Plus. Namun, situasi ini tampaknya tak akan bertahan lama. Keempat tokoh politik ini bertemu untuk membicarakan potensi kolaborasi, di mana Puan dan Said bertindak sebagai wakil PDIP, sedangkan Dasco dan Muzani mewakili Gerindra.
Pertemuan ini bukan yang pertama dan bukan pula yang terakhir; ini hanya bagian dari serangkaian pertemuan rahasia yang telah berlangsung selama beberapa bulan. PDIP dan Gerindra terus mencari kesepakatan, termasuk dalam hal pembagian kursi menteri dalam kabinet yang akan datang. Mereka juga sedang mempersiapkan momen penting untuk pertemuan antara Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan Prabowo, yang diyakini akan menjadi langkah kunci dalam proses koalisi ini.
PDIP berpotensi mendapatkan 3-4 kursi menteri di kabinet Prabowo, dengan beberapa nama mulai muncul ke permukaan. Budi Gunawan, yang sebelumnya menjabat Kepala BIN, diperkirakan akan mengisi posisi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Sementara Abdullah Azwar Anas dirumorkan akan dipercaya kembali sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Olly Dondokambey masih menunggu konfirmasi mengenai jabatannya.
Namun, tantangan tetap ada. Megawati, sebagai pemegang hak prerogatif partai, masih menjadi penentu akhir dalam pengambilan keputusan. Sejarah menunjukkan bahwa meskipun lobi-lobi telah dilakukan, keputusan akhir bisa berbeda dengan apa yang telah disepakati sebelumnya. Ini pernah terjadi, misalnya, dalam proses pengusungan calon gubernur di Pilkada Jakarta 2024 yang batal meski sudah dekat dengan kesepakatan.
Selain pembagian kursi, PDIP juga menginginkan penguatan di lembaga-lembaga strategis, seperti Badan Intelijen Nasional dan Kejaksaan. Meskipun permintaan ini belum disetujui oleh Gerindra, hal ini menunjukkan ambisi PDIP untuk mengukuhkan posisinya dalam pemerintahan Prabowo.
Megawati sendiri tampak berhati-hati, mengingat pengalaman partainya yang terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan. Dalam Rakernas V PDIP, ia menyatakan pentingnya prinsip checks and balances. Pernyataan ini bisa diartikan sebagai sinyal bahwa PDIP tidak ingin terjebak dalam posisi sebagai sekutu yang lemah. Di sisi lain, Prabowo menyatakan ketidakpahaman tentang isu ‘ditinggal’ yang diangkat Megawati, menunjukkan bahwa komunikasi antara kedua partai masih perlu dijalin lebih baik.
Dengan latar belakang politik yang dinamis ini, langkah PDIP dan Gerindra dalam membangun koalisi semakin menarik untuk disimak. Apakah kolaborasi ini akan terwujud dan bagaimana implikasinya bagi lanskap politik Indonesia ke depan, masih menjadi pertanyaan besar yang menunggu jawaban.