Presiden Jokowi baru-baru ini menyoroti bahwa 19 negara telah menerapkan kebijakan restriksi perdagangan, yang berdampak pada penurunan volume perdagangan global. Ia menyatakan, produksi berlebihan di Cina telah menimbulkan kecemasan di berbagai negara yang kini bersiap melindungi pasar domestiknya. Masuknya produk impor dari Cina dalam jumlah besar membuat harga di pasar lokal menjadi lebih rendah, sehingga membayangi produk dalam negeri.
Dalam pidatonya di Trade Expo Indonesia, Jokowi menegaskan pentingnya Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat dunia, untuk melindungi pasar domestik sambil memasarkan produk-produk lokal. Ia mendorong para pelaku industri untuk memanfaatkan digitalisasi secara optimal agar dapat bersaing di pasar global. Transformasi digital menjadi kunci dalam memperluas jangkauan produk Indonesia, terutama di tengah ketatnya persaingan.
Meskipun banyak negara mengadopsi kebijakan restriksi akibat ketegangan perdagangan, Jokowi melihatnya sebagai peluang bagi Indonesia. Dalam situasi ini, negara dengan pasar besar seperti Indonesia memiliki potensi untuk mendongkrak daya saing produk lokal. Memanfaatkan momen ini, industri dalam negeri diharapkan dapat berinovasi dan memperkuat brand agar lebih dikenal di pasar global.
Namun, fenomena overproduksi dari Cina telah meningkatkan ketegangan antara negara tersebut dan negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa. Produk Cina yang dianggap lebih murah sering kali mengancam daya saing industri domestik, terutama di sektor teknologi dan energi terbarukan. Kekhawatiran ini tidak bisa diabaikan, mengingat ketergantungan Indonesia pada produk-produk impor.
Di sektor industri tekstil, potensi nilai produk Cina yang masuk ke Indonesia menunjukkan ancaman serius bagi industri lokal. Berdasarkan data Trade Map Kemenkop UKM, pada 2022, potensi nilai produk tekstil Cina mencapai Rp 29,5 triliun, hampir tidak berbeda dari tahun sebelumnya. Angka ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh produsen lokal yang harus bersaing dengan harga yang jauh lebih murah.
Data juga menunjukkan bahwa nilai ekspor Cina ke Indonesia mencapai Rp 61,3 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan impor Indonesia ke Cina yang hanya Rp 31,8 triliun. Hal ini menunjukkan adanya dugaan produk ilegal yang masuk tanpa pencatatan, memicu banjir barang impor yang merugikan produsen lokal. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan terhadap arus barang untuk melindungi industri domestik dan memanfaatkan peluang yang ada di pasar internasional.