Bareskrim Polri dan Ditjen Pemasyarakatan mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari peredaran narkoba jaringan Malaysia-Indonesia. Kasus ini dikendalikan oleh narapidana narkoba berinisial HS. Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyebutkan, pengungkapan ini berkat kerja sama antara Polri, Ditjen PAS, Bea Cukai, BNN, dan PPATK. Dari operasi gabungan ini, polisi menangkap delapan tersangka yang terlibat dalam pencucian uang hasil narkoba.
“Kerja sama dalam operasi gabungan ini berhasil mengungkap TPPU yang dilakukan oleh tersangka HS. Pengungkapan ini dimulai dari informasi yang diberikan oleh Dirjen Pemasyarakatan terkait narapidana di Lapas Tarakan Kelas II A, yaitu HS, terpidana kasus narkotika yang divonis mati,” jelas Wahyu dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (18/9/2024). Meskipun divonis mati, hukuman HS diperberat menjadi 14 tahun setelah banding. HS tetap menjalankan operasi peredaran narkoba dari dalam penjara, terutama di Indonesia bagian Tengah.
“Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa HS masih mengendalikan peredaran narkoba, terutama di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur,” tambah Wahyu. HS diketahui telah menjalankan operasinya sejak 2017 hingga 2023. Selama periode tersebut, ia berhasil memasukkan lebih dari tujuh ton sabu dari Malaysia ke Indonesia.
“HS telah beroperasi sejak 2017 hingga 2023 dan selama itu ia menyelundupkan lebih dari tujuh ton sabu dari Malaysia ke Indonesia,” ujar Wahyu. HS tidak bekerja sendirian. Delapan kaki tangan HS ikut terlibat dalam pencucian uang hasil kejahatan. Berikut identitas dan peran mereka:
- T: Pengelola uang hasil kejahatan
- MA: Pengelola aset hasil kejahatan
- SY: Pengelola aset hasil kejahatan
- CA: Membantu pencucian uang
- AA: Membantu pencucian uang
- NMY: Adik AA, membantu pencucian uang
- RO: Membantu pencucian uang dan upaya hukum
- AY: Kakak RO, membantu pencucian uang dan upaya hukum.
Dari hasil analisis keuangan oleh PPATK, diketahui bahwa perputaran uang selama operasi narkoba tersebut mencapai Rp 2,1 triliun. Sebagian besar uang tersebut digunakan untuk membeli aset-aset.