Film The Crow yang baru tidak secara langsung menggambarkan kisah tragis pasangan seperti Machine Gun Kelly dan Megan Fox. Namun, perbandingan ini sulit diabaikan. Film ini mencoba memberikan sentuhan modern pada kisahnya, dengan menampilkan penjahat yang berusaha menghindari “cancel culture.” Sang pahlawan, Eric Draven, yang diperankan oleh Bill Skarsgård, terlihat seperti sosok dari Soundcloud dengan gaya rambut dan tato yang mencerminkan pemberontakan emosional yang penuh kesalahan.
Shelly, yang diperankan oleh FKA Twigs, digambarkan sebagai seorang putri dengan sisi gelap. Ia tumbuh dalam kemewahan dan dilatih sebagai pianis, tetapi beralih ke dunia pesta akibat pengasuhan yang buruk. Dalam komik karya James O’Barr tahun 1989, Eric terinspirasi dari Iggy Pop dan Peter Murphy dari Bauhaus. Pembaruan dengan nuansa emo-rap ini terasa sesuai untuk film yang berkeras sebagai reimaginasi dari materi sumber aslinya, bukan sekadar remake atau reboot.
Film The Crow telah melahirkan banyak sekuel dan acara TV pendek, sehingga tidak lagi dianggap untouchable. Namun, karya O’Barr dan adaptasi film tahun 1994 karya Alex Proyas diiringi tragedi nyata, seperti kematian tunangan O’Barr dalam kecelakaan yang melibatkan pengemudi mabuk, serta kematian Brandon Lee dalam kecelakaan di lokasi syuting. Tragedi-tragedi ini memberi bobot tambahan pada penggambaran pria yang bangkit dari kubur untuk mencari keadilan dengan cara kekerasan.
Versi baru The Crow, yang disutradarai oleh Rupert Sanders dan ditulis oleh Zach Baylin serta William Schneider, terasa begitu ringan dibandingkan dengan pendahulunya. Ceritanya mengikuti Eric dan Shelly, yang bertemu di rehabilitasi, di mana mereka jatuh cinta selama sesi terapi kelompok. Eric, digambarkan sebagai seniman yang hancur secara emosional, sementara Shelly tertarik pada sifat “rusak” yang dimiliki Eric.
Skarsgård dan Twigs tidak menunjukkan chemistry yang kuat, dan sementara Twigs cukup memadai dalam peran istri yang mati, Skarsgård tampak tidak hidup dalam peran yang seharusnya menggabungkan karakter menakutkan dan memikat. Meskipun film ini mengklaim bahwa romansa Eric dan Shelly adalah kisah cinta besar, apa yang ditampilkan justru dinamika pacar malas dan pacar pemandu sorak pemberontak yang tidak akan bertahan lama.
Ketika Eric bangkit dari kubur setelah dibunuh oleh anak buah Vincent Roeg (Danny Huston), ia tidak mahir dalam balas dendam. Dia tidak hanya bukan petarung yang baik, tetapi juga lambat menerima kenyataan bahwa dirinya telah mati. Eric bahkan hanya secara tidak sengaja mengungkap bisnis gelap yang melibatkan Shelly. Karakter Eric sering terlihat kikuk dalam upayanya untuk membalas dendam, seperti saat dia tertabrak truk. Meskipun film ini berusaha menebus ketidakmampuan pahlawannya dengan meningkatkan tingkat kekerasan di kemudian hari, The Crow gagal untuk menampilkan humor yang bisa menyelamatkan kisahnya.
Mungkin film ini berusaha mewakili para Goth yang kikuk, tetapi kurangnya koherensi membuatnya sulit dinikmati. Vincent, penjahat utama, adalah seorang dermawan seni abadi yang membuat kesepakatan dengan iblis. Namun, ia lebih khawatir tentang rekaman video ponsel yang bisa membahayakannya. Film ini berlatar di kota Amerika yang penduduknya memiliki berbagai aksen internasional.
Shelly dikejar oleh pria dengan kekuatan besar dan hubungan iblis, namun ketika dia dan Eric berhasil melarikan diri, mereka justru kembali ke apartemen mewahnya dan mabuk bersama. Terkadang, ada momen yang menunjukkan betapa dangkalnya film ini, seperti ketika Shelly mengatakan kepada Eric bahwa dia sedang membaca Rimbaud di sebuah piknik yang tampak seperti di Instagram. Sayangnya, The Crow tidak cukup sadar diri untuk menjadi film cult classic, meskipun memiliki potensi untuk itu.