Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, divonis sembilan tahun penjara atas kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di PT Pertamina. Karen dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Majelis Hakim menilai Karen melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (24/6/2024) menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada Karen. Jika denda tidak dibayar, Karen harus menjalani kurungan tambahan selama tiga bulan. Vonis ini lebih ringan dua tahun dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menginginkan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Jaksa menilai Karen telah merugikan keuangan negara sebesar 113 juta dolar Amerika Serikat (AS). Kasus ini melibatkan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC. Tindakan ini juga melibatkan eks Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani, dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.
Karen memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa pedoman pengadaan yang jelas. Pengembangan ini hanya mendapatkan izin prinsip tanpa justifikasi yang memadai, analisis teknis dan ekonomis, serta analisis risiko. Karen juga meminta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Akibatnya, seluruh kargo LNG Pertamina yang dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik karena terjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan Pertamina menjual LNG dengan harga rugi di pasar internasional.
Karen diduga memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104.016,65 dolar AS. Selain itu, dia juga diduga memperkaya Corpus Christi Liquefaction sebesar 113,839,186.60 dolar AS. Kerugian negara ini diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan instansi terkait lainnya pada 29 Desember 2023.