Penyanyi Marion Jola mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap istilah “aura maghrib” yang digunakan oleh netizen untuk menggambarkan Fujianti Utami Putri. Dalam wawancara di kanal YouTube Azka Corbuzier, Marion dengan tegas menegaskan bahwa istilah tersebut tidak pantas menurut pandangannya.
Marion mengekspresikan keheranannya terhadap penggunaan istilah “aura maghrib” untuk mencibir seseorang. Baginya, waktu maghrib seharusnya dianggap sebagai saat indah di mana matahari hampir tenggelam, memberikan pemandangan langit yang mempesona. Bagi banyak orang, momen ini sering dinantikan, terutama saat berada di tepi pantai.
Selain itu, Marion Jola juga menyoroti makna penting waktu maghrib bagi umat Islam. Bagi umat Islam, waktu maghrib adalah saat untuk berbuka puasa dan beribadah, serta berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Menurutnya, waktu ini seharusnya dihormati dan tidak digunakan untuk menyebarkan pesan negatif atau ujaran kebencian terhadap orang lain.
Istilah “aura maghrib” sendiri awalnya muncul dari netizen yang mencibir Fujianti Utami Putri karena warna kulitnya yang lebih gelap. Meskipun digunakan secara tidak langsung, istilah ini dianggap Marion sebagai contoh bagaimana perkataan bisa diubah menjadi hal yang tidak menyenangkan hanya karena mulut netizen.
Marion Jola menuturkan, “Kayak kemarin aku melihat Fuji dibilang aura maghrib. Istilah menjijikan zaman sekarang dibilangnya aura maghrib,” mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap pemakaian istilah tersebut. Baginya, menjaga bahasa dan cara berkomunikasi adalah hal yang penting, terutama di era digital di mana kata-kata bisa dengan mudah menyakiti perasaan seseorang.
Dengan berbicara terbuka, Marion berharap agar masyarakat lebih sensitif dalam menggunakan kata-kata, terutama yang berkaitan dengan penampilan atau karakteristik fisik seseorang. Baginya, setiap orang memiliki keunikan dan kecantikan masing-masing yang tidak boleh dihakimi berdasarkan penampilan luar saja.
Dalam akhir pembicaraannya, Marion Jola menyatakan keprihatinannya terhadap penggunaan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan kebencian dan prasangka negatif. Baginya, media sosial seharusnya menjadi tempat untuk berbagi inspirasi, informasi positif, dan mendukung satu sama lain, bukan untuk memicu perpecahan atau menghakimi orang lain berdasarkan penampilan atau latar belakang mereka.
Dengan kata-katanya, Marion Jola mendorong penggunaan bahasa yang lebih penuh pengertian dan penuh kasih, mengingatkan bahwa setiap individu berhak dihormati dan tidak boleh dijatuhkan hanya karena perbedaan yang mungkin ada.