Kisah Sukses Prajogo Pangestu, Dari Sopir Hingga Miliarder Terkaya di Indonesia

Pict by IndoBamkNews

Nama miliarder Prajogo Pangestu mendadak menjadi sorotan di pencarian Google pada Jumat (7/6) karena pergerakan saham perusahaan Barito Pacific Group yang mengalami penurunan signifikan. Barito Pacific Group adalah raksasa dalam sektor energi, listrik, dan pertambangan. Meski sahamnya sedang anjlok, pengusaha asal Sambas, Kalimantan Barat ini tetap dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia oleh Forbes Real Time Billionaires pada 6 Juni 2024.

Dengan total kekayaan mencapai USD 49,4 miliar atau setara Rp 800 triliun (kurs Rp 16.200/USD), Prajogo menduduki peringkat ke-27 orang terkaya di dunia. Kisah hidup Prajogo yang berasal dari keluarga sederhana dan hanya berpendidikan hingga sekolah menengah pertama, menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Prajogo Pangestu lahir pada 13 Mei 1944 dengan nama Phang Djun Phen. Ayahnya, Phang Siu On, adalah seorang pedagang getah karet. Nama asli Prajogo, Phang Djun Phen, dalam mitologi suku Khek atau orang Cina di Taiwan berarti “burung besar terbang tinggi di awan mendung,” yang seolah menjadi pertanda bagi masa depannya yang cerah.

Prajogo hanya menyelesaikan pendidikannya di SMP Nan Hua, sebuah sekolah Mandarin di Singkawang, Kalimantan Barat. Setelah lulus, ia mencoba peruntungannya di Jakarta namun pekerjaan yang diharapkan tidak kunjung datang. Akhirnya, ia kembali ke kampung halaman dan bekerja sebagai sopir angkutan umum rute Singkawang-Pontianak. Tidak lama kemudian, ia beralih mencoba bisnis kecil-kecilan menjual kebutuhan dapur seperti ikan asin dan bumbu-bumbu.

Pada tahun 1960-an, nasibnya berubah ketika secara tidak sengaja bertemu dengan Burhan Uray, seorang pengusaha kayu asal Malaysia. Pertemuan tersebut membuka jalan bagi Prajogo untuk bergabung dengan PT Djajanti Grup, perusahaan milik Burhan Uray pada tahun 1969. Dengan etos kerja yang tinggi, Prajogo dipercaya menjadi General Manager Pabrik Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur hanya dalam tujuh tahun.

Namun, setahun kemudian, Prajogo memutuskan untuk mengundurkan diri dan membeli perusahaan kayu yang sedang mengalami krisis keuangan, CV Pacific Lumber Coy. Ia meminjam sejumlah uang dari bank untuk membeli perusahaan tersebut dan mengganti namanya menjadi PT Barito Pacific. Hebatnya, ia berhasil melunasi pinjaman tersebut hanya dalam satu tahun.

Pada 1970-an, PT Barito Pacific resmi berganti nama menjadi Barito Pacific Timber (BRPT) dan mengurangi bisnis kayunya pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, BRPT mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang juga terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kesuksesan Prajogo terus berlanjut dengan pendirian PT Chandra Asri Petrochemical Center dan PT Tri Polyta Indonesia Tbk.

Pada 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia, menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia. Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri pada Juli 2021. Pada 2023, Prajogo berhasil membawa dua perusahaannya, CUAN dan BREN, untuk melantai di Bursa Efek Indonesia.

Dengan perjalanan hidup yang inspiratif, dari seorang sopir hingga menjadi salah satu miliarder terkaya di dunia, Prajogo Pangestu membuktikan bahwa kerja keras dan tekad kuat dapat membawa seseorang mencapai puncak kesuksesan.

Populer video

Berita lainnya