Film “Dune” karya Denis Villeneuve diadaptasi dari novel fiksi ilmiah berjudul sama karya Frank Herbert yang terbit pada tahun 1965. Novel ini diakui sebagai mahakarya dan menginspirasi banyak cerita fiksi sains tentang perang antar galaksi.
Cerita “Dune” terjadi di masa depan yang jauh ketika manusia sudah menjajah banyak planet. Planet gurun berpasir luas bernama Arrakis, juga dikenal sebagai Dune, adalah satu-satunya sumber rempah berharga bernama melange. Rempah ini dapat memperpanjang umur, meningkatkan kemampuan mental, dan memegang peranan penting dalam perjalanan antarbintang.
Tokoh- tokoh penting di novel Dune:
- Paul Atreides: Putra muda Duke Leto Atreides, yang diberi kepercayaan untuk mengurus Arrakis. Paul cerdas, resourceful, dan memiliki kemampuan unik.
- Duke Leto Atreides: Pemimpin yang adil dan terhormat yang menerima jabatan gubernur Arrakis, tanpa menyadari bahaya tersembunyi.
- Lady Jessica: Ibu Paul, anggota Bene Gesserit, organisasi religius misterius dengan metode pelatihan mental tingkat tinggi.
- Chani: Wanita muda Fremen, penduduk asli Arrakis yang dikenal dengan kemandirian dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan gurun yang keras.
- Baron Vladimir Harkonnen: Pemimpin brutal dan kejam dari rival House Harkonnen, yang sebelumnya menguasai Arrakis.
Duke Leto menerima titah Padishah Emperor untuk memerintah Arrakis, karena ia percaya ini kesempatan untuk membawa kemakmuran. Namun, ini jebakan yang dibuat oleh Emperor bekerjasama dengan Harkonnens. Paul, Jessica, dan beberapa teman loyal melarikan diri ke gurun dan berlindung dengan Fremen. Mereka mempelajari kebiasaan Fremen dan penghormatan mereka terhadap rempah. Paul muncul sebagai pemimpin potensial yang dapat menyatukan Fremen dan menantang kekuatan yang ada.
“Dune” membawa pembaca menjelajahi tema-tema yang kaya, termasuk:
- Pelestarian lingkungan dan dampak eksploitasi sumber daya pada planet.
- Perebutan kekuasaan dan intrik kompleks dalam dunia politik.
- Peran agama dan kepercayaan dalam membentuk masyarakat.
- Konsep takdir dan potensi manusia untuk berevolusi melampaui keterbatasan saat ini.
“Dune” dianggap sebagai novel fiksi ilmiah legendaris, dipuji karena pembangunan dunianya yang rumit, karakter yang matang, dan eksplorasi tema-tema filosofis. Novel ini melahirkan banyak sekuel, prekuel, spin-off, dan adaptasi ke berbagai media, sehingga semakin memperkuat posisinya sebagai karya fiksi ilmiah klasik yang tak lekang waktu.
Kemiripan “Dune” dan “Muqaddimah” karya Ibnu Khaldun
Meskipun tidak ada bukti eksplisit bahwa Frank Herbert terinspirasi oleh “Muqaddimah” saat menulis “Dune”, terdapat beberapa kemiripan yang menarik antara kedua karya tersebut:
- Pendekatan terhadap Kekuasaan
Salah satu kemiripan yang paling mencolok antara Dune dan Muqaddimah adalah pendekatan mereka terhadap kekuasaan. Dalam Dune, Frank Herbert menggambarkan sebuah alam semesta yang dipenuhi intrik politik antara rumah-rumah bangsawan yang bertarung untuk mengendalikan sumber daya paling berharga, yaitu rempah-rempah Melange. Di sisi lain, Muqaddimah Ibnu Khaldun menganalisis berbagai bentuk kekuasaan dan otoritas dalam sejarah, menggambarkan evolusi dinasti dan kekhalifahan yang memperebutkan kendali atas wilayah dan sumber daya.
- Siklus Sejarah dan Kehancuran:
Salah satu tema yang paling menonjol dalam Muqaddimah adalah konsep siklus sejarah yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun. Dia berpendapat bahwa peradaban manusia cenderung mengalami fase kemunculan, pertumbuhan, kemunduran, dan kehancuran dalam pola siklus yang berulang. Ibnu Khaldun menjelaskan siklus peradaban yang berawal dari nomaden, berkembang menjadi dinasti yang kuat, dan akhirnya mengalami kemunduran dan digantikan oleh dinasti baru.
Konsep ini juga dapat ditemukan dalam Dune, di mana siklus politik dan kekacauan sering mengarah pada kebangkitan dan keruntuhan peradaban. Fremen, penduduk asli Arrakis, digambarkan sebagai masyarakat nomaden yang tangguh. Paul Atreides, dengan bantuan Fremen, berpotensi menggulingkan Imperium dan membangun dinasti baru.
- Pengaruh Geografis Terhadap Peradaban:
Salah satu set lokasi penting di Dune adalah Arrakis. Arrakis, planet gurun yang keras, menjadi faktor penting dalam membentuk budaya Fremen dan menjadi sumber daya penting bagi Imperium. Sementara Dune mengeksplorasi pengaruh alam semesta fiksi terhadap peradaban manusia, Muqaddimah juga menelusuri pengaruh lingkungan dan geografis terhadap perkembangan peradaban manusia. Gurun, misalnya, dikaitkan dengan nomaden dan kesederhanaan, sedangkan daerah subur dikaitkan dengan pertanian dan peradaban maju. Baik Herbert maupun Ibnu Khaldun menyajikan pandangan yang menarik tentang bagaimana faktor-faktor alamiah seperti iklim, geografi, dan sumber daya alam dapat membentuk politik, ekonomi, dan budaya suatu masyarakat.
- Peran Agama:
Di Muqaddimah, Ibnu Khaldun membahas peran agama dalam membangun kohesi sosial dan legitimasi politik. Sedangkan pada Dune, Bene Gesserit, organisasi religius, memainkan peran penting dalam politik dan memiliki agenda tersembunyi.
- Kebangkitan dan Kejatuhan Pemimpin:
Di Muqqadimah, Ibnu Khaldun menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi pada kebangkitan dan kejatuhan pemimpin dan dinasti. Kemudian di Dune, Paul Atreides, sebagai pemimpin Fremen, dihadapkan dengan tantangan untuk memimpin dan menjaga kelangsungan hidup mereka.
- Kritik terhadap Kekuasaan dan Keserakahan
Keduanya juga mengeksplorasi tema kritis tentang keserakahan dan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam Dune, Herbert menggambarkan bagaimana ketidakseimbangan kekuasaan dapat mengarah pada konsekuensi yang merusak bagi individu dan masyarakat. Begitu juga, Muqaddimah menyoroti bahaya dari kekuasaan yang tidak terkendali dan sikap keserakahan yang mengancam stabilitas sosial dan politik.
Meskipun terdapat kemiripan, perlu diingat bahwa “Muqaddimah” adalah karya non-fiksi sejarah dan sosiologi, sedangkan “Dune” adalah novel fiksi ilmiah, jadi latar belakang dan konteks kedua karya tersebut sangat berbeda. Meskipun Dune dan Muqaddimah berasal dari genre yang berbeda dan ditulis dalam konteks yang berbeda pula, keduanya menghadirkan pemahaman yang mendalam tentang sifat manusia, kekuasaan, dan peradaban. Herbert tidak pernah menyebutkan “Muqaddimah” sebagai sumber inspirasinya, dan kemiripan antara “Dune” dan “Muqaddimah” mungkin merupakan kebetulan, atau mungkin Herbert terinspirasi oleh karya Ibnu Khaldun secara tidak langsung. Karya-karya ini mendorong pembaca untuk merenungkan kondisi manusia dan masyarakat, serta mempertanyakan konsekuensi dari tindakan dan keputusan politik. Dengan demikian, Dune dan Muqaddimah tetap relevan dan bermakna, tidak hanya sebagai karya sastra, tetapi juga sebagai sumber refleksi dan pemahaman tentang dunia kita.