Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Adita Irawati, menyampaikan permintaan maaf terkait penggunaan diksi “rakyat jelata” dalam pernyataannya. Hal ini disampaikan setelah pernyataannya mengenai polemik Utusan Khusus Presiden, Miftah Maulana Habiburrahman, menuai kontroversi. Sebelumnya, Miftah menjadi sorotan karena mengolok-olok pedagang es teh.
Dalam pernyataan resminya yang diunggah di akun Instagram Kantor Komunikasi Kepresidenan, Kamis (5/12), Adita mengakui bahwa pilihan katanya kurang tepat. “Saya memahami diksi yang saya gunakan dianggap kurang tepat. Untuk itu, secara pribadi, saya memohon maaf atas kejadian ini,” ujar Adita. Ia menambahkan bahwa pernyataan tersebut tidak disengaja dan berjanji akan lebih berhati-hati dalam berkomunikasi.
Adita menjelaskan bahwa istilah “rakyat jelata” yang digunakannya merujuk pada arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu rakyat biasa. “Saya menggunakan diksi tersebut sesuai dengan arti yang tercantum di KBBI, yang artinya rakyat biasa,” ungkapnya. Namun, ia menegaskan tidak ada maksud untuk melemahkan atau merendahkan siapa pun melalui penggunaan istilah tersebut.
Selain itu, Adita menyesalkan kejadian yang melibatkan Miftah dan menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto selalu berpihak kepada rakyat kecil. “Presiden kita, Pak Prabowo Subianto, sangat jelas terlihat dalam berbagai pidato dan kunjungan, selalu berpihak kepada rakyat kecil, kepada rakyat jelata,” kata Adita.
Di akhir pernyataannya, Adita berjanji untuk terus introspeksi diri. Ia juga menegaskan komitmennya untuk lebih berhati-hati dalam memilih diksi saat menyampaikan kebijakan strategis dan program prioritas pemerintah. “Sekali lagi, saya mohon maaf atas kontroversi ini,” tutupnya.
Polemik ini bermula dari wawancara Adita dengan media massa. Dalam wawancara itu, Adita menggunakan istilah “rakyat jelata” yang dianggap oleh sebagian pihak sebagai bentuk pelecehan. Pernyataan ini mendapat kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk netizen di media sosial.
Sebelumnya, aksi Miftah yang mengolok pedagang es teh juga memicu protes dari publik. Beberapa sopir truk bahkan merobek stiker bergambar wajah Miftah sebagai bentuk penolakan. Desakan agar Miftah dicopot dari posisinya sebagai utusan khusus presiden pun semakin menguat.
Respons dari Adita dianggap penting sebagai upaya pemerintah meredakan situasi. Namun, permintaan maaf tersebut masih menjadi bahan diskusi di kalangan publik, terutama terkait penggunaan bahasa yang dianggap sensitif.