Man United: Strings Attached

Cristiano Ronaldo

Kemenangan atas Tottenham Hotspurs Minggu dini hari kemarin (31/10) menunjukkan keberhasilan Ole Gunnar Solskjaer atas perubahan taktik yang dilakukan. Skema 3-5-2 yang dipadankan dengan strategi pressing ketat di babak pertama menunjukkan perpaduan kemampuan individu dengan kematangan taktik.

Dua pertandingan sebelumnya melawan Leicester dan Liverpool membuktikan skema 4-2-3-1 Ole hanyalah skema miskin taktik dan membuang-buang kemampuan individu para pemain Man United saja. Bukan hanya permainan kelas Futsal SMA yang diperlihatkan oleh Maguire, tapi juga tidak ada “benang yang menyambungkan” para pemain tengah ke lini depan dan lini pertahanan. Fred dan Tominay masih terus dipasang dan selalu sukses bermain buruk. Bruno Fernandes juga seperti kehilangan magis dan tentunya CR7 yang menghilang dalam aksi di 2 pertandingan terakhir.

Seharusnya, skema 3-5-2 ini mulai dipakai saat melawan Pool 2 pekan lalu. Manajer klub sebesar MU harusnya sadar betul bahwa di kubu lawan ada pemain dari neraka yang bermain trengginas seperti iblis yang harus diredam yaitu Mo Salah. Alih-alih menunjuk satu pemain untuk mengantungi Salah, Ole malah seperti pelatih pembawa tim juara Piala Dunia yang sangat percaya diri melepas pemain asal Mesir itu. Hasilnya, 3 dari 4 gol Liverpool di babak pertama adalah hasil dari permainan berbahaya Salah. Jelas Terlihat di sini bagaimana Man United bermain tanpa ada chemistry dan link-up play yang layak untuk klub sebesar itu.

Sebaliknya, di pertandingan melawan Spurs di London, Ole mengeluarkan buah pikiran yang boleh dibilang layak pakai. Link-up play yang ditunjukkan cukup baik, berikut catatan yang saya buat saat menyaksikan pertandingan tersebut:

  1. Fred dikembalikan ke habitatnya sebagai pemain tengah box to box midfielder dan bermain di depan Mc Tominay yang berfungsi sebagai pivot tim
  2. Dua striker murni kelas dunia diturunkan bersamaan untuk menyelesaikan dan membuat konversi gol dari umpan-umpan pemain tengah dan sayap
  3. 3 bek tengah yang diisi Lindelof, Maguire dan Varane dibuat menjadi ball playing defender yang bertugas ikut “bermain” ke tengah dan menggiring serta melakukan operan-operan kunci ke lini tengah dan depan
  4. Dua bek sayap bisa benar-benar fokus menguasai sektor sayap dan menghentikan semua alur bola yang ditujukan untuk crossing ke gawang Man United

Ole Juga sukses menerapkan DNA Man United yang pada masa Sir Alex Ferguson biasa bermain dengan 1-2 sentuhan dan penguasaan bola maksimal 3-5 detik. Cara menekan lawan juga lebih terarah dan tidak kehilangan fokus serta saling melakukan cover dan back-up. Man United seperti inilah yang saya rasa juga dinantikan para fans, yaitu boneka yang benangnya tersambung di setiap kunci sendi dan memudahkan puppet masternya mengendalikan semua pergerakan, bahkan yang sulit sekalipun

Pertanyaannya, apakah Ole masih layak mengemban tugas sebagai mastermind dari Man United? Saya pribadi masih sangat meragukannya. Trauma saya ketika melihat Mo Salah dibiarkan menggelandang di 2/3 sisi pertahanan Man United membuktikan ia belum siap. Tapi sebagai catatan, Sir Alex Ferguson pribadi mau mendatangi sesi latihan yang digelar 2 hari pasca kekalahan lawan Pool, membuktikan bahwa ada sesuatu yang Ole miliki namun kita saja yang belum mengetahuinya. #OleStay

Populer video

Berita lainnya