Celebrithink.com – Ruang Basbeth Bercerita pada 8 Maret 2025 merilis sebuah film dokumenter berjudul Pertiwi Menari. Film dokumenter yang dapat di akses melalui kanal YouTube milik Ruang Basbeth Bercerita. Film ini lahir sebagai respons atas acara Dara Setara. Sebuah konser musik dalam genre rock yang dibuat khusus penonton perempuan dan ditujukan untuk menjadi ruang konser musik yang aman bagi penonton perempuan.
Enam orang penari yang menjadi karakter utama dokumenter ini, menjadi satu-satunya penampil yang bukan band musik di acara Dara Setara.
Film Dokumenter yang disutradarai oleh ismailBASBETH ini, bercerita tentang Dia Ambar, Diendha Febrian, Inggit Kilihening, Kinanti Sekar, Lyza Anggraheni, dan Santi Saidan. Enam perempuan muda dalam status istri dan ibu, bertemu di masa pandemi dalam sebuah kelompok tari, dengan di pandu oleh Kinanti Sekar seorang penari yang memiliki sanggar tempat mereka berlatih.
Selama setahun, dalam pertemuan seminggu sekali mereka mengambil waktu untuk berjeda dari rutinitas sebagai istri dan ibu dengan berlatih menari Jawa. Pada mulanya kegiatan dilakukan untuk mengisi waktu beristirahat sejenak dari keriuhan dan tumpang tindih perkara domestik rumah tangga. Proses latihan gerak tubuh yang rutin dijalani mengungkap banyak hal lain dalam diri mereka, di luar urusan sebagai istri dan ibu. Ada trauma dan luka batin yang dengan sadar maupun tidak, terurai dan menemukan ruang hangat bagi pelukan dan dukungan. Selain menemu dan mengenali endapan psikis yang tersimpan, mereka melakukan proses penyembuhan atas luka batin dan trauma tersebut.
Film dokumenter ini masuk ke dalam “Shortlisted Best Documentary Festival Film Indonesia 2023”. Ini adalah rekaman atas persiapan dan penampilan publik pertama kelompok tari ibu-ibu Sanggar Kinanti Sekar. Gambar-gambar yang muncul memberikan sebuah realitas di mana aktivitas seni, budaya, dan pendekatan kultural bisa menjadi cara yang ampuh untuk memproses problem kesehatan psikis selain bantuan ahli dan pendekatan ilmu psikologi. Lewat gerak tari, enam perempuan muda menemukan kembali kekuatan, suara, dan persaudaraan.
Sebuah bukti bahwa kekayaan khazanah kultur di masyarakat kita bisa memberikan ruang yang hangat, aman, dan penuh dukungan bagi perempuan yang mengalami banyak tekanan dalam kehidupan di struktur patriarki.
Melalui film ini, Ismail Basbeth menemukan bahwa tubuh yang bergerak adalah tubuh yang mengingat. Ingatan-ingatan yang muncul menumbuhkan keberanian untuk mengakui, membicarakan, dan memproses pengalaman-pengalaman berat dalam dialog bersama diri sendiri maupun bersama kelompok secara intens.
Sutradara film Sara, memilih membuka diri pada ekspresi dan ruang karya yang luas, tidak terhalang sekat dan batas issue antara karya arstistik dan pop komersial. Hal ini dapat dilihat lewat keragaman karya yang ia lahirkan sejak memulai karir di 2005 dan berbagai insiasi.