MK Hapus Presidential Threshold, Berikut Ini Pertimbangannya

by instagram

Celebrithink.com Keputusan besar diambil Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu Presiden dan Wakil Presiden. MK memutuskan menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan. Dengan keputusan ini, semua partai peserta pemilu memiliki kesempatan mengusulkan pasangan calon di Pilpres 2029.

Keputusan ini lahir dari uji materi Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017. Pasal tersebut sebelumnya mengharuskan partai atau gabungan partai memiliki minimal 20% kursi DPR atau 25% suara nasional untuk mengusulkan pasangan calon. Namun, MK menyatakan aturan ini bertentangan dengan UUD 1945.

Alasan MK Menghapus Presidential Threshold

  1. Inefisiensi Ambang Batas
    MK menilai aturan ini tidak efektif dan justru menguntungkan partai besar. Dalam pengusulan pasangan calon, partai kecil kesulitan bersaing karena terhambat syarat persentase suara. Hal ini juga membuka potensi konflik kepentingan dalam penetapan ambang batas.
  2. Polarisasi Politik
    MK mencatat pemilu dengan dua pasangan calon sering kali memicu polarisasi di masyarakat. Bahkan, jika aturan ini dibiarkan, ada risiko munculnya calon tunggal. Fenomena ini terlihat dari beberapa pemilihan kepala daerah yang hanya diikuti satu pasangan calon.

Dampak Keputusan MK

Keputusan ini memungkinkan semua partai, termasuk yang kecil, mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan 30 partai peserta pemilu, potensi munculnya 30 pasangan calon juga terbuka. Namun, MK mengingatkan pentingnya revisi UU Pemilu agar tidak menimbulkan kekacauan teknis.

Saran untuk DPR dan Pemerintah

  1. Revisi UU Pemilu
    MK menyarankan DPR dan pemerintah merevisi UU No. 7 Tahun 2017. Revisi ini diharapkan menyesuaikan mekanisme pencalonan tanpa ambang batas.
  2. Sanksi Bagi Partai
    MK juga menyarankan partai yang tidak mengusulkan pasangan calon diberi sanksi. Salah satu bentuknya adalah larangan ikut serta di Pilpres berikutnya.

Keputusan MK menghapus presidential threshold menjadi langkah penting dalam demokrasi Indonesia. Dengan peluang yang lebih adil, masyarakat diharapkan memiliki lebih banyak alternatif pasangan calon. Namun, DPR dan pemerintah perlu memastikan aturan baru berjalan efektif tanpa mengurangi kualitas proses pemilu.

Populer video

Berita lainnya