Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengungkapkan bahwa pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang merugikan negara bisa diberikan melalui mekanisme denda damai. Menurutnya, kewenangan ini berada di tangan Kejaksaan Agung berkat adanya Undang-Undang Kejaksaan yang baru. “Tanpa persetujuan Presiden pun dimungkinkan, karena UU Kejaksaan memberi ruang Jaksa Agung untuk menggunakan denda damai,” jelas Supratman pada Selasa (24/12).
Supratman menjelaskan, denda damai adalah penghentian perkara pidana di luar pengadilan. Pelaku harus membayar sejumlah denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf K UU Kejaksaan. Jaksa Agung memiliki wewenang menangani tindak pidana ekonomi yang menyebabkan kerugian negara dengan menggunakan denda damai sesuai aturan yang berlaku.
Meskipun mekanisme ini sudah tertuang dalam undang-undang, implementasinya masih menunggu peraturan turunan berupa peraturan Jaksa Agung. “Kami sepakat bahwa cukup peraturan Jaksa Agung sebagai dasar pelaksanaannya,” ungkapnya.
Supratman menekankan bahwa penanganan kasus korupsi tidak hanya soal pemberian hukuman, tetapi juga memastikan pemulihan aset negara berjalan maksimal. “Yang paling penting bagi pemerintah adalah bagaimana pemulihan aset berjalan dengan baik,” ujarnya. Ia menambahkan, pemulihan kerugian negara melalui pemulihan aset lebih penting dibandingkan sekadar memberikan hukuman berat kepada pelaku.
Meskipun undang-undang memungkinkan pemberian pengampunan kepada pelaku tindak pidana korupsi, Presiden tetap bersikap selektif. Presiden berkomitmen memberikan hukuman maksimal kepada para koruptor.
“Kita menunggu arahan Bapak Presiden terkait implementasinya. Beliau sangat hati-hati dalam mengambil keputusan,” kata Supratman.
Pengampunan, yang merupakan hak konstitusional Presiden, tidak berarti pelaku tindak pidana korupsi akan bebas dari hukuman. Pemerintah tetap menempatkan pemulihan kerugian negara sebagai prioritas utama dalam menangani korupsi.
Denda damai menjadi salah satu mekanisme alternatif dalam menangani kasus korupsi yang merugikan negara. Namun, implementasinya menunggu peraturan turunan dari Jaksa Agung. Pemerintah memastikan bahwa pemberian pengampunan tetap mempertimbangkan aspek keadilan dan pemulihan aset secara maksimal.