Para pejabat Lebanon pada hari Jumat (15 November) meninjau proposal gencatan senjata AS dalam perang Israel-Hizbullah karena Hamas mengatakan siap untuk gencatan senjata di garis depan Israel lainnya, di Gaza. Situasi di Lebanon sangat kompleks dan dinamis.
Rencana gencatan senjata yang diajukan oleh AS menawarkan secercah harapan bagi perdamaian, namun keberhasilannya masih sangat tergantung pada berbagai faktor. Kita perlu terus memantau perkembangan situasi dan berharap agar semua pihak dapat menemukan solusi damai yang berkelanjutan.
Lebanon, yang menjadi medan konflik antara Israel dan Hizbullah, tentu sangat berkepentingan atas usulan gencatan senjata ini. Mereka tengah menimbang-nimbang segala aspek dari rencana tersebut, mulai dari efektivitasnya dalam menghentikan konflik, hingga dampak jangka panjang bagi stabilitas negara.
Seorang pejabat senior Hamas mengatakan pada hari Jumat bahwa kelompok itu “siap untuk gencatan senjata” di Gaza, mendesak Presiden terpilih AS Donald Trump untuk “menekan” Israel.
Hizbullah sebagai salah satu pihak utama dalam konflik, sikap Hizbullah akan sangat menentukan. Apakah mereka akan menerima usulan gencatan senjata, atau justru melihatnya sebagai kelemahan dan terus melanjutkan perlawanan?
Israel telah berperang melawan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon sejak akhir September, setelah satu tahun pertukaran lintas batas tingkat rendah yang menurut Hizbullah mendukung Hamas memerangi Israel di Gaza.
Israel sama halnya dengan Hizbullah, sikap Israel juga krusial. Apakah mereka merasa tuntutan mereka telah terpenuhi sehingga bersedia untuk gencatan senjata, atau justru ingin melanjutkan operasi militer untuk mencapai tujuan yang lebih besar?
AS, sebagai kekuatan dunia, memiliki pengaruh signifikan dalam konflik ini. Usulan gencatan senjata yang mereka ajukan menunjukkan upaya untuk meredakan ketegangan dan menghindari eskalasi lebih lanjut. Namun, keberhasilan rencana ini sangat bergantung pada kesediaan semua pihak yang terlibat untuk berkompromi.
Jika salah satu pihak merasa dirugikan atau tidak puas dengan hasil yang dicapai, maka konflik dapat kembali berkobar. Eskalasi kekerasan yang lebih luas pun tidak dapat dikesampingkan. Perang tidak terhindarkan.