Mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, menegaskan bahwa Aksi 411 kali ini bukan bertujuan menyeret kasus dugaan penistaan agama oleh calon wakil gubernur DKI Jakarta, Suswono. Pesan ini disampaikan oleh Muhammad Alatas di Jakarta pada Senin, 4 November. Rizieq menekankan bahwa kasus Suswono berbeda dengan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2016.
Dalam pesannya, Rizieq memperingatkan agar aksi ini tidak ditunggangi oleh kelompok pendukung Ahok. Ia khawatir kelompok ini akan menggunakan dalih penistaan agama untuk menyerang Suswono dan PKS. Rizieq menegaskan bahwa kasus Suswono dan Ahok sangat berbeda.
Menurut Rizieq, Ahok tidak pernah mengakui kesalahannya dalam kasus penistaan agama. Permohonan maaf dari Ahok baru muncul setelah adanya demonstrasi besar. Sementara itu, Rizieq menilai bahwa Suswono sudah meminta maaf dengan cepat setelah ucapan kontroversialnya. Rizieq juga percaya bahwa Suswono tidak sengaja mengeluarkan pernyataan tersebut dan langsung mengoreksinya.
Rizieq meminta Aksi 411 tetap fokus pada tuntutan mengadili Presiden Jokowi dan Fufufafa. Ia menekankan bahwa aksi ini bukan tentang Pilgub DKI Jakarta 2024 dan tidak boleh disusupi agenda lain.
Suswono sebelumnya menjadi sorotan publik setelah dianggap melakukan penistaan agama. Pernyataannya terkait program kesejahteraan bagi janda di Jakarta menuai kritik. Dalam pidatonya, Suswono menyebut bahwa janda kaya seharusnya tidak meminta bantuan pemerintah. Ia menyarankan agar janda kaya menikahi pemuda yang menganggur, dengan mencontohkan Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW.
Pernyataan ini memicu reaksi dari berbagai pihak. Meskipun begitu, Suswono telah meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Ia menyampaikan terima kasih kepada para ulama yang menegurnya, serta meminta maaf secara terbuka.
Aksi 411 sendiri pertama kali digelar pada 4 November 2016. Saat itu, sejumlah ormas Islam menuntut hukuman bagi Ahok atas pernyataannya yang dianggap menistakan agama. Demonstrasi tersebut menjadi bagian penting dalam perjalanan politik di Indonesia, khususnya terkait kasus penistaan agama.