Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, kembali jadi sorotan. Pada Rabu (30/10), Komisi X bertemu dengan Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja) dan komunitas pendidikan lainnya yang menyoroti masalah pendidikan anak-anak di Indonesia. Rapat ini bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar mendalami tantangan pendidikan yang nyata di masyarakat.
Ubaid Matraji, perwakilan Kopaja, memaparkan bahwa angka putus sekolah masih tinggi, terutama pada jenjang SMP dan SMA, dengan alasan ekonomi sebagai penyebab utama. Data BPS (2014-2024) menunjukkan bahwa banyak anak putus sekolah karena beban biaya, sementara anak perempuan menghadapi risiko pernikahan dini yang mempersempit peluang mereka dalam pendidikan. Situasi ini menunjukkan bahwa akses pendidikan yang layak masih menjadi masalah besar, dan program wajib belajar 13 tahun akan sulit tercapai jika hambatan seperti ini terus berlanjut.
Ubaid juga mengungkapkan tantangan berat pemerintah dalam mencapai target wajib belajar 13 tahun. Ia menyebutkan, saat ini angka rata-rata pendidikan di Indonesia belum mencapai 9 tahun. Data Kemendikbudristek (Agustus 2024) mengungkapkan bahwa 4,6 juta anak usia sekolah tidak bersekolah, dengan sebagian besar di jenjang pendidikan menengah. Ubaid menekankan bahwa pencapaian wajib belajar bahkan masih tertinggal jauh dari target 12 tahun, yang mengindikasikan bahwa diperlukan upaya ekstra agar target pendidikan nasional bisa tercapai.
Di sisi lain, pemerintah berencana memperkenalkan pendidikan Matematika sejak usia dini. Namun, Ubaid mempertanyakan apakah langkah ini realistis, mengingat kemampuan dasar membaca saja masih menjadi tantangan di kalangan siswa. Dalam beberapa pendampingannya di sekolah-sekolah di Tangerang dan Banten, ia menemukan bahwa banyak siswa SMP belum mampu membaca dengan baik, apalagi memahami teks bacaan. Ini mencerminkan bahwa ketimpangan pendidikan bukan hanya soal angka kehadiran, tetapi juga soal kualitas dasar pendidikan yang perlu diperbaiki.
Selain itu, isu biaya pendidikan juga tidak luput dari sorotan. Ubaid menyampaikan keprihatinannya atas tingginya biaya pendidikan dasar di sekolah swasta, meskipun dalam UU Sisdiknas pasal 34 dijelaskan tentang pendidikan dasar bebas biaya. Faktanya, masih banyak sekolah swasta yang memberlakukan biaya tinggi, memberatkan orang tua dan menjadi penghalang bagi mereka yang ingin mengakses pendidikan.
Rapat ini menegaskan bahwa keadilan akses pendidikan belum sepenuhnya tercapai. Pemerintah perlu meninjau ulang dan memperkuat kebijakan serta alokasi anggaran untuk memastikan setiap anak di Indonesia memiliki kesempatan belajar tanpa hambatan biaya dan tantangan struktural lainnya. Menyelaraskan kualitas dan akses pendidikan adalah kunci, agar tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang harus berhenti bermimpi hanya karena persoalan ekonomi dan ketidaksetaraan.