Fanny Soegi, mantan vokalis Soegi Bornean, merasa lega setelah membuka masalah yang dialaminya dengan band tersebut. Fanny, yang kini menjadi penyanyi solo, menyinggung soal royalti dan hak cipta lagu di Soegi Bornean. Melalui akun X pribadinya, Fanny mengungkapkan ketidakadilan yang ia rasakan selama bergabung dengan band tersebut. Dalam cuitannya, Fanny menyebutkan ada pihak yang tidak berhak justru hidup mewah dari royalti lagu, sementara pencipta lagunya masih kesulitan finansial. Cuitan Fanny tersebut langsung menarik perhatian warganet, banyak di antaranya yang memberikan dukungan serta semangat kepadanya.
Fanny mengaku sudah lama menyimpan masalah ini dan merasa sangat lega setelah mengungkapkannya. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada para penggemarnya yang setia mendukungnya selama ini. Nama Soegi Bornean sendiri mencuat setelah kesuksesan lagu “Asmalibrasi.” Namun, menurut Fanny, hak royalti dari lagu tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh penciptanya. Fanny mengungkapkan bahwa ia bersama Dhimas Tirta Franata, sebagai pencipta lagu, masih mengalami kesulitan keuangan. Sementara itu, orang-orang yang tidak berhak justru menikmati royalti untuk kepentingan pribadi.
Fanny juga mengungkapkan bahwa nilai royalti lagu “Asmalibrasi” mencapai lebih dari setengah miliar rupiah. Namun, pencipta lagunya bahkan harus meminjam uang untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk membayar sekolah anaknya. Bagi Fanny, yang lebih penting bukanlah nilai nominal royalti, tetapi keadilan dan hati nurani. Dalam cuitannya, Fanny juga menyebut bahwa saat ia ingin keluar dari band tersebut, ia diharuskan membayar untuk menggunakan nama “Soegi,” yang sebenarnya adalah nama dirinya sendiri. Ia merasa ini adalah perlakuan yang tidak adil dan menyinggung hati nuraninya.
Selain itu, Fanny juga menceritakan pengalaman pahit ketika ia dipaksa manggung oleh Soegi Bornean saat ibunya baru saja meninggal. Saat itu, ia merasa sangat terluka, karena dipaksa tampil di panggung pada momen tujuh hari meninggalnya sang ibu. Meskipun Fanny menghadapi banyak tekanan dan ancaman, ia tetap teguh membongkar ketidakadilan yang ia alami selama berada di band Soegi Bornean. Kisah ini membuka mata banyak orang tentang pentingnya keadilan dalam industri musik, terutama dalam hal penghargaan hak cipta dan royalti.