Pernah dengar istilah “Stockholm Syndrome”? Ini adalah fenomena psikologis yang cukup unik dan sering muncul dalam cerita film atau berita. Bayangin aja, kamu lagi nonton film tentang penculikan. Biasanya, kita bakal ngerasa kasihan sama korbannya dan berharap mereka bisa segera bebas.
Namun, ada beberapa kasus di mana korban justru mengembangkan perasaan positif, bahkan cinta, terhadap penculiknya. Nah, inilah yang disebut dengan Stockholm Syndrome. Tapi, apa sih sebenarnya Stockholm Syndrome itu? Kenapa korban penculikan bisa sampai menyukai penculiknya? Yuk, kita bahas lebih dalam!
Apa Itu Stockholm Syndrome?
Stockholm Syndrome adalah kondisi psikologis di mana korban dari situasi yang mengancam, seperti penculikan atau penyanderaan, mengembangkan perasaan positif atau bahkan jatuh cinta pada pelaku. Ini terdengar aneh, tapi faktanya banyak kasus yang membuktikan hal ini.
Kenapa Hal Ini Bisa Terjadi?
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya Stockholm Syndrome:
- Ikatan Emosional: Dalam situasi yang sangat menegangkan, korban seringkali mencari sosok yang bisa diandalkan. Penculik, meskipun menjadi ancaman, bisa menjadi sosok yang memberikan rasa aman, makanan, atau perhatian.
- Mekanisme Pertahanan Diri: Otak manusia punya cara unik untuk melindungi diri dari trauma. Salah satunya adalah dengan mengembangkan perasaan positif terhadap orang yang mengancam kita.
- Kurangnya Kontrol: Korban seringkali merasa tidak berdaya dan sangat bergantung pada penculik. Hal ini bisa membuat mereka mengembangkan perasaan keterikatan.
Contoh Kasus Stockholm Syndrome
Salah satu kasus Stockholm Syndrome yang terkenal adalah kasus perampokan bank di Stockholm pada tahun 1973. Para sandera yang awalnya ketakutan, lama-kelamaan justru membela para perampok dan menolak untuk bersaksi di pengadilan.
Dampak Stockholm Syndrome
Stockholm Syndrome bisa memberikan dampak yang cukup serius bagi korban, seperti:
- Kesulitan untuk Move On: Korban bisa mengalami kesulitan untuk melupakan trauma dan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
- Perasaan Bersalah: Korban mungkin merasa bersalah karena mengembangkan perasaan positif terhadap pelaku.
- Rasa Takut: Korban bisa takut untuk melaporkan kejadian yang dialaminya karena takut kehilangan sosok yang dianggap sebagai “penyelamat”.
Cara Mengatasi Stockholm Syndrome
Mengatasi Stockholm Syndrome membutuhkan bantuan profesional, seperti psikolog atau psikiater. Terapi yang tepat bisa membantu korban untuk:
- Menerima Apa yang Terjadi: Menerima bahwa mereka pernah mengalami trauma adalah langkah pertama menuju pemulihan.
- Membangun Kembali Kepercayaan: Membangun kembali kepercayaan diri dan hubungan dengan orang lain.
- Melepaskan Perasaan Negatif: Belajar untuk melepaskan perasaan negatif seperti marah, sedih, dan takut.
Stockholm Syndrome adalah kondisi psikologis yang kompleks dan tidak mudah untuk diatasi. Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami trauma akibat penculikan atau kekerasan, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.