Marie Antoinette, Antara Kemewahan dan Kemarahan Rakyat

Pict by Pinterest

Marie Antoinette, ratu Prancis yang terkenal pada abad ke-18, kini kembali menjadi topik hangat di berbagai platform media sosial. Namanya kembali disebut karena disandingkan dengan Erina Gudono, istri dari Kaesang Pangarep. Namun, siapakah Marie Antoinette sebenarnya?

Marie Antoinette adalah putri dari Kerajaan Austria yang menikah dengan Raja Louis XVI dari Prancis. Dia dikenal karena kehidupan mewahnya yang berlebihan, serta dianggap sebagai simbol kemerosotan monarki Prancis. Perannya dalam berbagai peristiwa penting di masa-masa terakhir rezim Louis XVI membuatnya dikenal sebagai salah satu sosok paling kontroversial dalam sejarah Prancis.

Ratu ini terkenal akan kecintaannya terhadap hiburan dan sering mengorganisir berbagai acara di istana. Marie juga gemar berjudi dengan para bangsawan. Meskipun kadang-kadang menang, dia lebih sering kalah, menyebabkan Raja Louis XVI khawatir akan kondisi keuangan kerajaan yang semakin terpuruk. Selain itu, Marie juga sangat menyukai musik dan mode. Ia dikenal sering memainkan alat musik dan mengenakan gaun serta gaya rambut yang eksentrik, termasuk pernah mengubah rambutnya menjadi bentuk kapal pesiar.

Pada tahun 1780-an, Prancis mengalami krisis akibat panen yang buruk dan kenaikan harga gandum yang pesat. Di tengah kesulitan keuangan yang dihadapi negara, gaya hidup mewah Marie menjadi sasaran kritik masyarakat. Berbagai pamflet dan sindiran tersebar di seluruh negeri, menggambarkan rasa jijik masyarakat terhadap sikap boros ratu mereka.

Namun, bukannya introspeksi, Marie malah membangun sebuah desa pertanian di tanah Istana Versailles pada tahun 1783. Desa ini dibuat sebagai tempat pelarian dari tekanan masyarakat, di mana Marie dan teman-temannya bisa bermain dan berpura-pura hidup seperti rakyat jelata. Desa buatan ini dilengkapi dengan rumah pertanian, pondok, penggilingan, hingga hewan ternak. Marie sering berpakaian seperti penggembala dan berpura-pura menjadi petani, berjalan-jalan di sekitar peternakan, dan bahkan memerah susu sapi dan domba.

Meski desa ini dibuat dengan sangat indah, banyak yang menganggapnya sebagai bentuk ejekan terhadap petani yang sebenarnya. Sikap Marie yang terkesan tidak peduli dengan penderitaan rakyat semakin memperburuk citranya di mata publik. Selain itu, tersiar kabar bahwa Marie dengan sangat sadar menyarankan rakyatnya untuk makan kue jika tidak mampu membeli roti, yang memicu kemarahan rakyat semakin memuncak. Pernyataan tersebut, meskipun tidak jelas kebenarannya, telah menjadi salah satu kutipan paling terkenal yang disematkan padanya: “Jika mereka tidak punya roti, biarkan mereka makan kue.”

Dengan semua kontroversi ini, revolusi pun tak terelakkan. Marie Antoinette diadili pada usia 37 tahun dan akhirnya dieksekusi mati. Sebelum eksekusi, Marie sempat memohon pengampunan kepada algojo, namun permohonannya tidak dikabulkan. Namanya hingga kini tetap menjadi simbol kejatuhan sebuah monarki yang terjebak dalam kemewahan dan ketidakpedulian terhadap penderitaan rakyatnya.

Populer video

Berita lainnya