Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengungkapkan kepada Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, bahwa Israel tidak benar-benar menginginkan gencatan senjata di Jalur Gaza. Pernyataan ini disampaikan Erdogan saat melakukan panggilan telepon dengan Biden pada Kamis (1/8). Menurut Erdogan, pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, memberikan pukulan berat bagi upaya negosiasi gencatan senjata.
Erdogan menegaskan bahwa pemerintah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menunjukkan ketidakinginan untuk gencatan senjata dan perdamaian dalam setiap langkah mereka. Pidato Netanyahu di Kongres AS baru-baru ini juga memicu kekecewaan mendalam di Turki dan dunia. Erdogan menambahkan, Israel justru semakin menyebarkan konflik di Gaza ke wilayah lain.
Panggilan telepon antara Erdogan dan Biden dilakukan setelah Turki mengumumkan bahwa Organisasi Intelijen Nasional (MIT) memimpin pertukaran tahanan yang melibatkan tujuh negara. Pertukaran ini merupakan salah satu kesepakatan terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, Erdogan juga mengutuk keras pembunuhan Haniyeh yang terjadi di Teheran, Iran, pada Rabu (31/7). Erdogan menyebut pembunuhan tersebut sebagai cara tercela untuk melemahkan perjuangan Palestina dan perlawanan di Gaza. Ia juga menambahkan bahwa tindakan ini bertujuan untuk melemahkan semangat, mengintimidasi, dan menekan Palestina.
Erdogan menyebut pembunuhan serupa juga pernah terjadi terhadap tokoh Palestina lainnya seperti Sheikh Ahmed Yassin dan Abdul Aziz al-Rantisi. Menurutnya, kebiadaban Zionis akan gagal mencapai tujuannya. Erdogan juga menyerukan agar dunia Islam bersatu untuk mengakhiri penindasan di Gaza dan menegaskan kembali komitmen Turki untuk mendukung pembentukan negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Dalam percakapannya dengan Biden, Erdogan menekankan bahwa dunia harus mengambil tindakan tegas untuk mencapai perdamaian di Gaza dan mendorong proses gencatan senjata yang berkelanjutan.