Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, menjelaskan mengapa ia menolak dipanggil profesor. Fathul ingin mengubah cara pandang terhadap jabatan profesor dan menciptakan budaya yang lebih kolegial. Ia berharap gelar tersebut tidak lagi menjadi sumber persaingan atau ambisi yang berlebihan.
Dalam unggahan di Facebook, Fathul meminta sahabatnya untuk tidak memanggilnya dengan sebutan “profesor” lagi. “Saya ingin desakralisasi jabatan profesor, agar tidak ada yang mengejar gelar ini dengan cara yang tidak etis,” tulisnya. Ia juga mengajak para koleganya untuk mengikuti langkah ini dan memperkuat tradisi yang lebih kolegial.
Fathul bahkan mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 2748/Rek/10/SP/VII/2024. Surat ini dialamatkan kepada seluruh pejabat struktural di UII dan menyarankan agar gelar akademik tidak dicantumkan dalam surat, dokumen, atau produk hukum kampus. “Untuk memperkuat atmosfer kolegial, mohon gunakan nama tanpa gelar dalam korespondensi resmi,” kata surat edaran tersebut.
Menurut Fathul, kebijakan ini hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Ia tidak memaksa dosen atau pejabat lain di UII untuk mengikuti langkahnya. Fathul menekankan bahwa jabatan profesor harus dilihat sebagai tanggung jawab besar, bukan sebagai status individu yang perlu ditonjolkan.
Fathul menjelaskan bahwa tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengubah cara pandang terhadap jabatan akademik. “Saya berharap ini bisa menjadi gerakan kultural yang positif. Jika ada yang setuju, itu akan sangat baik,” ujarnya. Dengan langkah ini, Fathul berharap kultur akademik yang lebih sederhana dan kolegial dapat terwujud.