Pengacara mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Djamaludin Koedoeboen, membeberkan dugaan korupsi lain di Kementerian Pertanian pasca-SYL dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 44,2 miliar serta 30 ribu dolar AS. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut SYL terkait kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi selama 2020-2023.
Djamaludin menyatakan ada beberapa fakta yang belum terungkap dalam persidangan, salah satunya adalah proyek Green House di Kepulauan Seribu yang diduga menggunakan anggaran Kementan dan terkait dengan pimpinan partai politik tertentu. Ia juga menyebut adanya proyek importasi bermasalah dengan nilai triliunan rupiah.
Selain itu, nama Hanan Supangkat, bos PT Mulia Knitting Factory (Rider), disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan pimpinan Partai Nasdem, partai yang menaungi SYL. Menurut Djamaludin, SYL belum mengungkapkan semua fakta dalam persidangan karena masih mempertimbangkan kekuatan yang dihadapinya.
Dalam kasus ini, selain pidana 12 tahun penjara, SYL juga dikenai denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan dan diharuskan membayar uang pengganti gratifikasi sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30 ribu dolar AS. Jika tidak dibayarkan dalam satu bulan setelah perkara berkekuatan hukum tetap, hartanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika masih tidak mencukupi, akan diganti dengan pidana penjara 4 tahun.
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Seluruh fakta yang belum diungkap akan dituangkan dalam pleidoi atau nota pembelaan oleh tim penasihat hukum SYL.