Sinopsis dan Review Film EXHUMA (2024)

Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp
Film Korea terlaris saat ini. (IMDB)

Film ini menjadi perbincangan di kalangan penggemar produk Korea dan film horor. Saya tertarik menontonnya karena rasa penasaran yang tinggi. Tanpa membaca sinopsis atau menonton trailer, saya menyaksikannya dengan ekspektasi yang cukup tinggi.

Film ini berkisah tentang sepasang dukun dari Korea yang terbang ke AS untuk membantu pasangan Korea yang telah menjadi warga negara AS dan sedang menghadapi masalah domestik yang tidak rasional. Bayi mereka yang baru lahir memiliki masalah kesehatan yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Kedua dukun tersebut menduga masalah ini berkaitan dengan makam dan garis keturunan kakek dari pihak suami yang dikubur di sebuah puncak pegunungan terpencil di Korea. Prosesi ekskavasi dan kremasi makam tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga memunculkan kekuatan jahat yang telah lama terpendam.

Yang paling saya apresiasi dari film ini adalah konsep dasarnya. Ceritanya sangat cermat dalam mengangkat horor lokal yang bersinggungan dengan konflik geopolitik. Bagian awal film sangat menjanjikan dengan gaya pengambilan gambar dan pengarahan yang berhasil menciptakan aura misterius tanpa kita benar-benar mengetahui konfliknya. Selain itu, saya sangat mengapresiasi bahwa ini adalah salah satu film horor-misteri yang berhasil menciptakan adegan mencekam tanpa menggunakan jumpscare.

Sayangnya, daya tarik awal dan kesegaran ide dasarnya perlahan menguap seiring berjalannya durasi. Ada dua masalah besar yang dihadapi oleh karakter utamanya. Masalah pertama diselesaikan dengan cukup rapi pada paruh pertama film. Namun, masalah kedua menjadi masalah bagi film itu sendiri karena pengembangan cerita dan penyelesaian konfliknya yang mengecewakan.

Pendapat saya berbeda dengan kebanyakan penonton lainnya. Paruh kedua film terasa melemah. Bangunan konfliknya rapuh karena motif dan penjelasannya yang tipis. Penyelesaian konfliknya tidak tergesa-gesa, tetapi tidak efisien, sehingga terasa dibuat-buat dan tidak membawa ketegangan seperti paruh pertama yang cukup mencekam. Ini bukan hanya masalah penyuntingan, tetapi juga penulisan.

Saya sangat ingin menyukai film horor-misteri dengan kearifan lokal ini dan mengikuti keramaian. Sayangnya, tidak bisa. Paruh pertama cukup impresif dengan dukungan aspek teknis yang lumayan terampil. Ketika film ini mengangkat nilai yin dan yang, bagi saya hal itu terepresentasikan dengan pas pada paruh pertama dan keduanya.