Berita telah tersebar dalam beberapa hari terakhir tentang intrusi terbaru Tiongkok di perairan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, yang kemudian dihadang oleh kapal-kapal dari angkatan laut dan penjaga pantai Indonesia. Langkah Beijing tersebut digambarkan sebagai ujian bagi pemerintahan baru Indonesia yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Namun, insiden tersebut dapat diartikan dengan cara lain: Pendekatan Indonesia terhadap Tiongkok mungkin telah berubah.
Tidak ada yang baru tentang keberadaan kapal-kapal Tiongkok di sekitar Kepulauan Natuna. Tiongkok terus-menerus menyusup ke perairan ini selama masa kepresidenan Joko Widodo. Indonesia mengambil posisi yang kuat selama tahun-tahun awalnya.
Pada tahun 2016, sebuah kapal angkatan laut Indonesia menembaki sebuah kapal penangkap ikan Tiongkok, melukai seorang nelayan, dan kemudian menahan beberapa lainnya. Kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok yang disita ditenggelamkan sebagai bagian dari upaya Jakarta untuk mencegah penangkapan ikan ilegal asing.
Ini mungkin merupakan upaya untuk tidak meningkatkan ketegangan, atau “memenangkan perang tanpa mempermalukan musuh” seperti yang dijelaskan oleh seorang mantan pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia. Atau mungkin mencerminkan keinginan Jokowi untuk menarik investasi infrastruktur dari Beijing dan memperluas hubungan perdagangan dan ekonomi.
Meskipun demikian, Tiongkok terus mempertahankan beberapa bentuk kehadiran di perairan sekitar Kepulauan Natuna, dengan sedikit publisitas yang diberikan pada setiap konfrontasi antara Tiongkok dan Indonesia.
PENDEKATAN YANG BERBEDA?
Perhatian yang diberikan pada insiden terbaru ini mungkin menunjukkan bahwa pendekatan Prabowo akan berbeda dari pendekatan Jokowi. Prabowo adalah menteri pertahanan di bawah pemerintahan Widodo dan sangat memahami pendekatan sebelumnya.
Namun fakta bahwa Penjaga Pantai Indonesia merilis video yang memberikan rincian konfrontasi terbaru dengan kapal Penjaga Pantai Tiongkok segera setelah pelantikan Prabowo menunjukkan adanya penyimpangan dari diplomasi yang tenang. Ini mungkin merupakan bentuk transparansi yang tegas, mirip dengan upaya Filipina, terkait perairan di sekitar Kepulauan Natuna.
Namun ini tidak menandakan pemutusan hubungan Indonesia dengan Tiongkok. Tak lama setelah insiden di perairan Natuna diketahui, menteri pertahanan baru Indonesia bertemu dengan duta besar China di Jakarta untuk membahas rencana latihan militer gabungan. Prabowo tampaknya menunjukkan bahwa Indonesia dapat menjadi sahabat China, tetapi juga akan melawan Beijing jika diperlukan.